SUARASULTRA.COM, UNAAHA – Tidak terima keluarganya dianiaya, sejumlah warga Kelurahan Tumpas yang diadvokasi oleh Lembaga Pemerhati Hak Azasi Manusia ( LEP-HAM RI melakukan aksi unjuk rasa di depan Rumah Tahanan Negara ( RUTAN ) Kelas II B Unaaha, di Lalonggawuna, Kamis ( 7/12/2017 ).
Aksi protes yang dilakukan keluarga korban ini dipimpin langsung Ketua Umum LEP-HAM Kabupaten Konawe, Jasmilu. Dalam orasinya, Jasmilu menuntut pertanggung jawaban pihak Rutan Unaaha tersebut atas dugaan tindak pidana penganiayaan yang telah dilakukan oleh salah satu oknum pegawainya.
Menurut massa aksi, Rumah Tahanan ( Rutan ) merupakan tempat para narapidana ( napi ) mendapatkan pembinaan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, bukan malah sebagai tempat penyiksaan bagi warga yang tersandung masalah hukum.
“Kami dari pihak keluarga sangat menyayangkan perlakuan pegawai Rutan Lalonggowuna. Bahkan kita tahu bahwa rutan Lalonggawuna, lembaga pemasyarakatan , rumah tahanan, itu bukan rumah siksaan tapi di sini tahanan harus dibina,” kata Seriawan dalam orasinya.
Terkait dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum pegawai Rutan Unaaha, Pemuda LIRA Konawe ini menyebut akan melaporkan kasus tersebut ke pihak Kepolisian Resor (Polres ) Konawe untuk ditindak lanjuti secara hukum.
Menanggapi tuntutan keluarga korban, Kepala Rutan Kelas II B Unaaha, Herianto menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban atas perlakuan yang tidak manusiawi yang telah dilakukan oleh pegawainya tersebut.
“Dugaan penganiayaan yang telah dilakukan anggota kami, hari ini saya bertanggungjawab penuh,”kata Herianto di depan massa aksi.
Kata dia, terkait dugaan penganiayaan tersebut, pihaknya telah melakukan tindakan yaitu telah memerintahkan kepada pihak kepegawaian untuk memeriksa yang bersangkutan dan segera dilakukan tindakan sipil.
“Hari ini saya sudah lakukan pemeriksaan dan hari ini sudah terbit. Adapun hasilnya, karena ini harus melalui peroses kepegawaian tidak bisa kami sampaikan hasilnya pada hari ini. Karena melalui berita acara pemeriksaan, melalui tahapan-tahapan. Jadi kami minta kepada keluarga yang teraniaya bahwa anaknya sekarang dalam kondisi sehat, ” kata Herianto sambil menunjukkan surat perintah pemeriksaan terhadap pelaku.
Terkait perlakuan oknum pegawai Rutan Unaaha tersebut, Herianto menyebut bahwa tindak pertama yang telah ia lakukan adalah menarikan kedinasan oknum tersebut memindahkannya ke tempat tugas lain.
Ketika ditanya apakah memang setiap warga binaan yang baru masuk ada standar operasional prosedur ( SOP ) yang mengatur bahwa tahanan atau warga binaan tersebut perlu diberikan shock therapy untuk memberi efek jerah ? Kepala Rutan Kelas II B Unaaha ini langsung membantah hal tersebut.
Kata dia, setiap warga binaan yang baru masuk itu hanya mendapatkan latihan fisik dan mental dan selanjutnya dilakukan pembinaan. Salah satu pembinaan yang dilakukan Rutan Unaaha adalah pembinaan masalah keagamaan. Bukan melakukan kontak fisik yang dapat mencedrai fisik dan mental warga binaan seperti yang diduga telah dilakukan salah satu oknum pegawai Rutan tersebut.
“Tidak. Ada namanya adminiorientasi, pengenalan lingkungan ( penaling ). Ini dilakukan , misalnya yang bersangkutan dikhususkan lari pagi wajib dia. Senam pagi wajib, ya tindakan-tindakan yang mengarah ke pembentukan fisik. Bukan penganiayaan, tidak boleh. Sangat saya larang keras, siapapun, petugas yang melakukan penganiayaan akan kami berikan hukuman sipil ya dan saya laporkan kepada pimpinan, ” kata Herianto kepada awak media.
Sebelumnya, pegawai Rutan Unaaha diduga telah melakukan tindak pidana terhadap tiga orang tahanan titipan Kepolisian Sektor ( Polsek Unaaha ). Ketiga tahanan titipan tersebut adalah Rahim, Iccang dan Ugi masing -masing warga Kelurahan Tumpas Kecamatan Unaaha. Ketiganya ditahan oleh Polsek Unaaha karena diduga telah melanggar pasal 170 KUHPidana.
Laporan : Sukardi Muhtar