Pemilu 2019 dan Ancaman Politik Uang

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

Penulis : Sukardi Muhtar

banner 336x280

( Pimpinan Redaksi SUARASULTRA.COM )

Pemilihan Umum ( Pemilu ) Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota berdasarkan UU No.7 tahun 2017 akan dihelat pada 17 April 2019 mendatang masih saja dibayangi ancaman politik uang ( Money Politic ).

Hal ini dapat kita lihat dari berbagai pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang digelar secara serentak. Di mana pilkada tersebut diduga masih saja terjadi praktik jual beli suara.

Politik uang ( Money Politic ) di setiap pemilihan Kepala Daerah masih saja menjadi momok bagi para pasangan calon ( Paslon ) Kepala Daerah. Bahkan pemilihan Kepala Desa pun tak luput dari dugaan praktik politik uang.

Nah ancaman bahaya laten politik uang di setia pesta demokrasi 5 tahunan tersebut tentu juga berdampak kepada pemilu 2019 mendatang. Sehingga kedepan bisa diprediksi bahwa hanya calon yang punya “isi tas” yang bakal mengisi mayoritas kursi di parlemen.

Bagaimana pesta demokrasi itu dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, visioner dan amanah jika salah satu syarat untuk duduk di ” kursi empuk ” masih tergantung dengan “isi tas”. Ini bukan berarti kita mengucilkan calon-calon yang memiliki kecerdasan intelektual dan memiliki kemampuan finasial yang saat ini telah duduk di ” kursi panas ” itu. Diakui atau tidak bahwa kecerdasan intelektual figur tidak menjamin dapat meraih suara signifikan jika tidak dibarengi dengan sokongan Finansial.

Namun kita juga mesti buka mata bahwa banyak orang ( figur ) yang memiliki kemampuan yang hampir paripurna tetapi tidak bisa bersaing karena persoalan ekonomi yang tidak mendukung. Karena kita tau bersama bahwa meski figurnya bagus, popularitas tinggi, elektabilitas tinggi jika tidak disokong dengan “isi tas” maka potensi untuk bersaing dan meraih kemenangan sangatlah kecil.

Dengan fakta tersebut, tidak heran jika banyak kepala daerah dan mantan kepala daerah serta Anggota DPR RI dan DPRD yang harus berurusan dengan penegak hukum ( Kepolisian, Kejaksaan dan KPK ). Hal ini dikarenakan tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jabatan yang diinginkan.

Penulis berpendapat, seyogyanya semua pihak terkait harus turun tangan untuk menyikapi hal tersebut. Karena ini akan menjadi “penyakit” di lingkungan masyarakat kita. Diperlukan adanya keseriusan semua pihak untuk bersama – sama mencegahnya. Sehingga kedepan pemberi dan penerima tidak akan lagi pernah berpikir untuk melakukan hal itu.

Meski ada sanksi pidana saat ini kepada paslon atau calon yang melakukan politik uang sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 Pasal 187A dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara. Bahkan sanksi pidana tersebut juga berlaku kepada masyarakat yang menerima. Tetapi itu tidak membuat paslon Kepala daerah dan calon legislatif tidak melakukan “serangan fajar”. Bahkan diduga semakin menjadi- jadi.

Juga ada sanksi diskualifikasi bagi calon yang ditemukan (Jika ditemukan ) melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif. Namun lagi – lagi tidak menyurutkan niat calon bersama timnya untuk melakukan hal tersebut. Apa yang salah dari itu semua ?

Dimungkinkan itu terjadi karena masih lemahnya fungsi pengawasan dari pengawas pemilu iserta minimnya partisipasi aktif dari masyarakat. Selain itu, dalam UU No.10 tahun 2016 tentang sanksi pidana dan sanksi diskualifikasi itu hanya berlaku ketika calon atau tim sukses yang memiliki SK dari calon atau ketua tim sukses/ pemenangan ditemukan melakukan praktik politik uang.

Sementara yang menjadi eksekutor di lapangan adalah orang-orang pilihan yang tidak terdaftar dalam struktur tim pemenangan. Sehingga ketika ditemukan di lapangan tidak dapat diberlakukan sanksi diskuaifikasi tersebut. Dengan alasan eksekutor itu tidak terdaftar dalam struktur tim dan tidak ada hubungan secara langsung dengan calon Dengan alasan klasik bahwa mereka membantu calonnya secara sukarela.

Politik uang terjadi pada pemilu dan pilkada itu disebabkan oleh tingkat kejenuhan masyarakat terhadap janji – janji politik para calon yang dianggap hanya sebatas obat telinga. Karena setelah yang bersangkutan duduk di kursi empuk, konstituen tidak lagi mendapat perhatian dari calonnya. Sang “calon jadi ” tersebut disibukkan dengan tugas-tugas negara dan kepentingan kelompoknya.

Akhirnya rakyat hanya menjadi penonton setia yang tak dapat apa-apa. Sehingga muncul anggapan di kalangan masyarakat bahwa lebih baik mendapat 100 ribu hari ini tapi itu pasti dari pada menunggu janji yang tidak pasti selama 5 tahun kedepannya. Karena siapapun yang mendapat amanah itu tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga mereka. Tanpa kerja keras dan cucuran keringat sendiri, dapur meraka tidak akan pernah mengepul.

Dengan demikian, sudah saatnya pradigma berpikir itu harus segera dirubah dengan memberikan pemahaman /sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak pidana yang bakal diterima oleh mereka yang ditemukan memberi uang kepada masyarakat untuk mempengaruhi atau merubah pilihan politiknya.

Diharapkan semua pihak untuk bersama – sama dengan komitmen yang sama untuk mencegah terjadinya politik uang tersebut. Termasuk kepada semua calon diharapkan punya komitmen yang sama untuk tidak melakukan money politik untuk mencapai tujuan politiknya. Dan ketika terpilih harus merealisasikan janji – janji politiknya sehingga kepercayaan publik kembali pulih.

Semoga Pemilu 2019 tidak ada lagi yang namanya praktik politik uang ( Money Politik ). Sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin yang jujur dan amanah berdasarkan hati nurani. Masyarakat menyalurkan hak politiknya, memberikan suaranya berdasarkan Visi Misi calon.

Jika hal ini dapat diwujudkan maka bisa dipastikan hasil pemilu 2019 melahirkan pemimpin – pemimpin hebat. Dan pemilu 2019 menjadi pemilu yang jujur adil dan bermartabat. AYO para penyelenggara pemilu ( KPU dan BAWASLU ) belum terlambat, kalian pasti bisa mewujudkan hal ini. (***)

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!