SUARASULTRA.COM, KONUT – Sejak tahun 2018 yang lalu, sektor pertanian merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kabupaten Konawe Utara di bawah kepemimpinan pasangan Ruksamin – Raup berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui sektor pertanian yang memiliki unsur kearifan lokal dengan mengikuti pola bercocok tanam yang dilakukan nenek moyang masyarakat petani di Konut.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Konawe Utara Dr.H.Ruksamin dihadapan para sesepuh adat, Kepala SKPD, Camat dan Kades serta para petani yang dihadiri oleh Civitas Universitas Halu Oleo (UHO), Kamis (31/01/2019) saat acara ritual Motasu ( Menugal ) varietas padi Gogo di desa Wawolesea Kecamatan Wawolesea Kabupaten Konawe Utara.
“Pertanian adalah salah satu program unggulan kita sejak tahun 2018 yang lalu, berbagai cara kita lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita, jadi tahun ini kita mulai bercocok tanam seperti nenek moyang kita,” kata Ruksamin.
Ketua DPW Partai Bulan Bintang Provinsi Sulawesi Tenggara tersebut mencontohkan bahwa orang tua dan nenek kita, sebelum mengolah kebun sampai pada proses penanaman hingga panen hasilnya, terlebih dahulu ada proses adat secara step by step.
“Kebiasaan moyang kita lestarikan kembali dan kesempatan ini saya perintahkan kepada dinas terkair untuk segera mengkaji secara teknis, sehingga Insya Allah menjadi referensi buat kita terutama para petani meningkatkan pendapatan mereka,” tegas Bupati Konut itu.
Berdasarkan pantauan SuaraSultra.com di lokasi kegiatan, sebelum Bupati dan Wabup Konut melakukan kegiatan menugal, mereka bersama masyarakat melakukan prosesi ritual adat Mosehe, lalu kemudian dilakukan proses Motasu.
Usai dilakukan Motasu meronga-ronga atau menugal bersama-sama, Pemda dan jajaran beserta undangan yang hadir melanjutkan acara ritual Lulo Nggada (tarian untuk memuja Dewi Padi dan Sang Pencipta) serta ditutup dengan nyanyian dan tarian Modinggu Nohu (tarian lesung dan alat penumbuk padi).
Di lokasi yang sama, Tokoh Lembaga Adat Tolaki (LAT Sultra) Drs. Basaula Tamburaka kepada media ini menjelaskan makna dan tujuan prosesi adat kegiatan Mondau ( Berkebun).
Menurutnya, proses kegiatan berkebun diawali dengan cara survei lokasi kebun (mondandai owata) yang disesuaikan dengan waktu perputaran bulan, setelah itu baru dilakukan perintisan ( mosalei) lalu kemudian hasil rintisan dijemur. Setelah kering, maka dilakukan pembakaran ranting dan pohon yang sudah ditebang.
Setelah itu kata Basaula, dilakukan pembersihan akar dan ranting kecil yang disebut Moenggai kemudian dilanjutkan pemagaran lahan.
“Setelah pemagaran, kita aturmi atau laika landa yang berarti rumah pusat penyimpanan benih atau gabah padi yang nantinya juga tempat penyimpanan hasil panen atau istilah mosowi,”tuturnya.
Dikatakan, setelah panen secara keseluruhan, maka dilaksanakanlah perhitungan hasil atau molonggo kemudian proses mowiso i’ala ( pengisian lumbung padi), setelah itu kita rencanakan acara doa syukuran yang di dalamnya akan diisi pesta tahunan seperti kegiatan olahraga dan kesenian.
Laporan : Aras Moita