Alat Bukti Bawaslu ‘Lemah’, Gakkumdu Resmi Hentikan Kasus Fachry dan Titin

  • Share
Ketgam : Saifullah Arief, SH saat memberi keterangan Pers

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Ketgam : Saifullah Arief, SH saat memberi keterangan Pers
SUARASULTRA.COM, KONAWE – Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Konawe berhentikan proses penanganan kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu dengan terlapor Titin Nurbaya Saranani (Caleg DPRD) Provinsi Sultra dan Fachry Pahlevi Konggoasa (Caleg DPR RI) Rabu (13/2/2019) kemarin.

 

Pasalnya, dalam rapat pembahasan II yang digelar Gakkumdu di ruang rapat Bawaslu Konawe, pihak penyidik Polres dan Kejari Konawe menilai bukti yang diajukan Bawaslu tidak memenuhi unsur untuk dinaikkan ke tahap penyidikan.

 

banner 336x280
Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Konawe, Saifullah Arief, SH saat dikonfirmasi selaku anggota Gakkumdu mengatakan, kasus dugaan pelanggaran pidana kampanye dengan terlapor Titin dan Fachry tidak dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

 

Menurutnya, alat bukti yang dimiliki Bawaslu belum lengkap sehingga pihaknya berpendapat kasus ini tidak memenuhi unsur untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

 

“Jadi berkaitan dengan rapat kemarin yang perlu kita luruskan adalah kita sebetulnya, inginnya dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap alat alat bukti yang belum dipeorleh,” kata Arief sapaan akrab Kasi Pidum Kejari Konawe ini saat dikonfirmasi, Kamis (14/2/2019) usai membawakan materi pada kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Pemilu di Hotel Arisandi.

 

Dikatakan, secara materi dalam pembahasan II kemarin itu tujuannya adalah untuk mengetahui hasil klarifikasi apakah memenuhi unsur atau tidak, sebagaimana unsur unsur yang diduga melakukan pelanggaran tindak pidana pemilu.

 

Menurutnya, pembahasan II tersebut lebih fokus kepada keterpenuhan unsur dari pasal yang didugakan atau disangkakan.

 

“Untuk kualifikasi kemarin memang ada beberapa hal yang belum terpenuhi yaitu unsur pemerima peserta kampanye,” ujarnya.

 

Sesuai dengan UU 7 tahun 2017, yang dikualifikasi sebagai peserta kampanye pemilu adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih.

 

“Jadi otomatis pembuktian terhadap peserta kampanye itu harus kita buktikan bahwa betul ndak sebagai pimilih yang memiliki hak pilih. Dan dalam pemeriksaan kemarin, dari hasil klarifikasi oleh Bawaslu, penerima belum dilakukan pemeriksaan,” tuturnya.

 

Arief kembali menegaskan bahwa rapat pembahasan II itu untuk menilai apakah unsur unsur terhadap pasal yang disangkakan apakah sudah ada alat buktinya atau belum.

 

“Salah satu contohnya itu tadi, salah satu contohnya yaa,” ucapnya.

 

Terkait dengan klaim Divisi HPP Bawaslu, Indra Eka Putra yang menyebut bahwa alat bukti yang disajikan dalam pembahasan tersebut sudah cukup kuat untuk dilanjutkan, Arief menampik hal itu.

 

“Jadi yang perlu diklarifikasi adalah bahwa baik penerima maupun pemberi belum pernah diperiksa. Sehingga ketentuan unsur bahwa dia selaku peserta kampanye otomatis belum teroenuhi,” terangnya.

 

Karena menurutnya, peserta kampanye itu adalah warga negara Indonesia (WNI), mempunyai hak pilih yang dibuktikan hasil pemeriksaan dari yang bersangkutan dan hasil pemeriksaan dari KPU bahwa yang bersangkutan terdaftar sebagai pemilih.

 

“Hal kasarnya, saya orang di luar daerah sini, kemudian saya tidak terdaftar sebagai pemilih. Pertanyaannya apakah ketika saya menerima sesuatu itu termasuk peserta kampanye atau bukan ? Itu perlu dibuktikan tidak boleh diasumsikan,” pungkasnya.

 

Sebelumnya,Koordinator Divisi (Koordiv) Hukum Penindakan dan Penanganan Pelanggaran (HPP) Bawaslu Konawe, Indra Eka Putra menyebut bahwa alat bukti yang dimiliki Bawaslu sudah cukup kuat dan meyakini kasus tersebut lanjut ke tahap penyidikan.

 

“Dengan alat bukti yang ada, kami meyakini itu sudah cukup kuat. Hanya memang persepsi yang berbeda,” imbuh Indra.

 

Indra kembali menegaskan, pada dasanya sikap Bawaslu tetap menginginkan agar kasus itu naik ke penyidikan. Namun penyidik menyatakan tidak (dengan alasan tadi – red) dan jaksa menyatakan belum cukup buktinya.

 

“Bawaslu dissenting opinion (berbeda pendapat – red) dan masalah ini dinyatakan tidak naik,” katanya.

 

Laporan : Redaksi
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!