Opini
Oleh : Zuhrotul Lailiah
Sebagainegara maritim, Indonesia memiliki garis pantai yang cukup panjang yaitu sekitar 81,000 km, di mana pada kawasan tersebut terdapat berbagai macam tipe vegetasi dan salah satu di antaranya adalah hutan mangrove.
Hutan mangrove didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang terdiri dari gabungan komponen daratan dan komponen laut, di mana termasuk di dalamnya adalah flora dan fauna yang hidup saling bergantung satu dengan lainnya.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki multifungsi yang cukup penting baik itu ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi maupun aspek sosial. Kaitannya dengan fungsi ekologi, adalah peranannya dalam pengendalian banjir dan erosi pantai, stabilitas sedimen, perlindungan terhadap terumbu karang dari pengaruh banjir dan daratan, suplai bahan organik dan hara, penyediaan nutrien, serta sebagai tempat hidup dan berlindung, bertelur, tempat asuh dan berkembangnya larva ikan dan udang yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sedangkan nilai penting yang terkait dengan aspek sosial dari hutan mangrove adalah sangat erat kaitannya dengan pola kehidupan sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan mangrove, serta menggantungkan kehidupannya pada hutan mangrove. Masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.
Pemanfaatan mangrove tersebut antara lain adalah digunakan sebagai kayu bakar, kayu bangunan, arang dan tambak tradisional sejak puluhan atau ratusan tahun yang lalu.
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang sangat komplek merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial.
Di samping itu, hutan mangrove juga sangat menjanjikan untuk dikonversi menjadi bebagai kegiatan yang sangat menguntungkan, khususnya usaha tambak ikan dan udang.
Namun, sejalan dengan meningkatnya laju populasi manusia dan perkembangan pembangunan di segala bidang, hutan mangrove tidak saja digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari, tetapi sudah bersifat komersial dan cenderung mengarah pengrusakan hutan mangrove.
Meningkatnya populasi manusia dan tingginya tekanan penduduk terhadap lahan hutan mangrove adalah merupakan faktor yang dominan sebagai penyebab terjadinya perubahan bentuk pemanfaatan yang tradisional menjadi skala yang besar, berlebihan dan modern.
Akibatnya adalah lahan mangrove menjadi semakin menipis dan mengalami kerusakan serta kualitas perairan di sekitamya menurun atau tercemar.
Berbagai kegiatan penambangan di daerah hutan mangrove dalam upaya pemerintah meningkatkan pendapatan negara, dampaknya juga akan merusak hutan mangrove. Efek yang disebabkan oleh kegiatan penambangan atau pengeboran adalah pengendapan bahan-bahan (limbah tanah dll.) pada lahan mangrove dan apabila limbah tersebut dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu kestabilan lingkungan atau menumbuhkan kerusakan tumbuhan mangrove, karena terjadi penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air di atasnya.
Selain itu, mata rantai yang terjadi pada ekosistem mangrove pun pada akhirnya juga akan terganggu, di mana dampaknya juga akan menurunkan produktivitas ikan, udang dan lain sebagainya.
Sebagai upaya rehabilitasi hutan mangrove yang telah rusak adalah dengan melakukan reboisasi yang pada dasarnya adalah untuk memulihkan fungsi ekologis ekosistem mangrove yang sangat besar artinya bagi kehidupan biota laut dan juga bagi manusia.
Dalam pelaksanaan reboisasi selain bertujuan untuk memulihkan peran dan fungsi mangrove, juga diharapkan agar masyarakat setempat yang terlibat memperolah penghasilan, sehingga dapat menanggulangi masalah ekonomi keluarganya.(**)