Dua Mahasiswa Meninggal saat Aksi di DPRD Sultra, Enam Polisi Terperiksa

  • Share
Ketgam: Kapolda Sultra Berigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Mesdisyam (kiri depan). (Foto: Remon)

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Ketgam: Kapolda Sultra Berigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Merdisyam (kiri depan). (Foto: Remon)

SUARASULTRA.COM, KENDARI – Enam anggota polisi saat ini masih menjalani pemeriksaan terkait insiden meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) saat menggelar aksi ujuk rasa penolakan UU KPK dan RKUHP di kantor DPRD Sultra pada Kamis (26/9/2019) lalu.

Diketahui, pascainsiden berdarah itu, ada 13 anggota polisi diperiksa. Senjata api yang digunakan polisi ikut disita oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Mabes Polri.

Saat ditemui awak media di Polda Sultra, Karo Div Propam Mabes Polri, Brigjen Pol Hendro Pandowo membeberkan, penanganan kasus penembakan terhadap mahasiswa UHO, ada enam polisi yang saat ini masih menjalani pemeriksaan. Dari enam yang diperiksa, satu berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP), sedangkan lima lainnya berpangkat Bintara.

“Enam yang diperiksa ini, satu berpangkat AKP, bertugas di Kepolisian Resor (Polres) Kendari dan di Kepolisian Daerah (Polda) Sultra,” ungkap Hendro Pandowo, Kamis (3/10/2019).

Perwira berpangkat AKP berinisial DK, lima Bintara berinsial GM, MI, MA, H, dan E. Keenam Polisi itu masih berstatus terperiksa karena ditemukan ada anggota tidak disiplin dalam menjalankan tugas. Bahkan, melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam mengawal aksi unjuk rasa.

“Enam polisi diperiksa berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi khusus Propam,” imbuhnya.

Sementara, Kapolri Jenderal Tito Karnavian selalu menyampaikan dalam setiap pengarahan kepada pejabat utama di Mabes Polri, maupun jajaran Kapolda atau pejabat Kapolda. Bahwa dalam mengawal aksi unjuk rasa, polisi tidak diperbolehkan membawa senjata api (senpi).

“Yang diperbolehkan hanya membawa tameng, tongkat polisi, water canon,” ucapnya.

Terakhir, Kapolri memberi arahan agar polisi tidak membawa senjata dalam mengawal aksi, Rabu (25/9/2019) lalu. Namun, aksi unjuk rasa di Kendari dua mahasiswa meninggal dunia. Salah satu dari mahasiswa itu, mengalami luka tembak pada bagaian kiri bawah ketiak tembus ke dada sebelah kanan hingga meniggal dunia.

“Atas kejadian itu, Polri langsung membentuk tim investigasi diketuai oleh lrwasum Polri, Kabareskrim Mabes Polri, Kabaintelkam dan
Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri,” akunya.

Ternyata, enam polisi yang mengawal aksi ini, membawa senjata laras pendek, senjata SNW, HS dan MAG. Nanti mereka akan diperiksa lagi, apakah mereka ini masuk dalam surat perintah (Sprin) pengamanan aksi atau tidak.

“Kami belum bisa menetapkan sebagai tersangka karena masih status terperiksa, selanjutnya akan segera pemberberkasan dan akan disidang agar semua masyarakat bisa melihat kesalahan mereka seperti apa,” ujarnya.

Nanti, dari hasil pemeriksaan dan jenis senjata yang dibawa saat itu, akan dicocokkan dengan selongsong peluru yang ditemukan oleh polisi. Apakah nanti ada kecocokan atau tidak.

“Pelanggaran disiplin anggota dan pemeriksaan senjata, proyektil dan selongsong peluru. Itu mandi dicocokkan oleh Bidang Bareskrim Mabes yang akan periksa (Balistik) dan saat ini sudah dibawa ke latfor (Laboratorium Forensik) Makassar,” katanya.

Jika terbukti, maka akan dilanjutkan pemberkasan dan akan di sidang kode etik. Semua masyarakat, dapat melihat sidang tersebut untuk mengetahui kesalahan mereka seperti apa.

Laporan: Remon

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!