



SUARASULTRA.COM | BUTON UTARA – .Jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati Buton Utara (Butur) periode 2021-2026, ibu kota Kabupaten Buton Utara kembali menjadi isu hangat dan ramai diperbincangkan publik.
Polemik penempatan ibu kota kabupaten kini mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Seperti pemuda dan mahasuswa, penggiat hukum, tokoh masyarakat (Tomas), politisi hingga kalangan pejabat daerah itu sendiri.
Sejak menjadi daerah otonom baru (DOB) 13 tahun lalu hingga saat ini belum ada titik terang penyelesaiannya.
Dilangsir dari pemberitaan beberapa media lokal beberapa waktu lalu, Bupati Buton Utara (Calon Petahana) Abu Hasan mengatakan bahwa polemik ibu kota sebenarnya merupakan kesalahan pemerintahan periode sebelum dirinya menjabat sebagai Bupati Butur.
Pernyataan Abu Hasan tersebut tanggapi oleh Jumsir Lambau,
salah seorang tokoh politik daerah setempat. Menurut Jumsir Lambau, polemik ibu kota Butur yang sebenarnya ialah masih bagian dari Residu proses politik pembentukan Kabupaten Buton Utara.
“Ini sebenarnnya masih bagian dari residu dari proses politik pembentukan Kabupaten Buton Utara. Divmana pada saat itu masyarakat Buton Utara sebagian besar menginginkan Ibu Kota di Ereke Kecamatan Kulisusu. Bukan di Buranga,” ungkap mantan ketua DPC PDIP Butur ini, Sabtu, 26 September 2020.
Jumsir menilai statemen Abu Hasan pada awak media beberapa waktu lalu adalah sebuah kegalauan atas janji-janji politik yang tidak mampu dipenuhinya.
Lebih lanjut kata Jumsir, di masa kampanye pemilu kada Butur 2015 lalu, Abu Hasan dengan tegas berjanji pada masyarakat untuk berkantor di Buranga apabila terpilih sebagai Bupati.
“Kalau saya lihat statemen Abu Hasan di media dia tu lagi galau, galau karena janjinya yang tidak di tepati. Bahwa dia akan siap untuk memfungsikan Buranga, waktu itu saya dampingi sendiri dia keluarkan statemen dengan tegas di hadapan masyarakat Buranga,” jelasnya.
“Kalau saya terpilih saya akan berkantor di Buranga, itu kantor saya,” sambubg Jumsir meniru ucapan janji kampanye Abu Hasan 2015 silam.
Lebih lanjut, Jumsir membandingkan pemerintahan sebelum Abu Hasan menjabat sebagai Bupati Buton Utara. Terdapat upaya-upaya memfungsikan Buranga sebagai ibu kota daerah serta upaya menghargai undang-undang.
Sedangkan kata dia, di masa pemerintahan saat ini (Abu Hasan-red) sama sekali tidak ada upaya menghargai undang-undang seperti pemerintahan sebelumnya.
Jumsir menjelaskan, dimasa pemerintahan Bupati sebelumnya kegiatan pembagunan dan pelayanan dalam upaya memfungsikan dan menghargai undang-undang sangat jelas ada ketimbang pemerintahan saat ini.
Ia menuturkan, sebelumnya terdapat bangunan – bangunan seperti kantor dan pelayananya, acara-acara daerah hingga iven kenegaraan banyak digelar di Buranga,vtidak seperti pemerintahan saat ini.
“Kalau dikaitkan dengan tudingan Abu Hasan tentang kesalahan pemerintahan sebelumnya, masih kata Jumsir itu keliru. Contohnya di zamannya Kasim di bangun kantor Bupati di Buranga di zamannya Ridwan Zakariah juga banyak di bangun. Dalam seminggu beliau sering melakukan pelayanan atau berkantor di sana, bahkan iven daerah hingga kenegaraan selalu di lakukan di sana, ketimbang sekarang yang sama sekali tidak ada,’ tuturnya.
Disinggung juga soal fasilitas yang menjadi alasan Abu Hasan untuk tidak melakukan aktivitas pelayanan di Buranga, Jumsir menjelaskan itu adalah sebuah ketidakseriusan pemimpin dan tidak logis untuk di jadikan alasan. Di mana kebutuhan daerah dan fasilitas daerah itu menjadi kewenangan bupati sebagai kepala daerah untuk membangun dan mengadakannya demi pelayanan publik.
“Kenapa harus jadikan kurangnya fasilitas sebagai alasan untuk tidak berkantor di sana. Dia kan Bupati, punya kewenangan untuk membangun atau mengadakannya apalagi buat pelayanan publik.” pungkas Jumsir.
Laporan: Anto Lakansai





