SUARASULTRA.COM | KONUT – Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) siap bersinergi dengan pemerintah khusus nya dalam bidang pertambangan.
Divisi Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) JPKP Konut, Hasrun, SH kepada Suarasultra.com mengatakan penambang ilegal di Konut saat ini sudah sangat meresahkan warga pemilik lahan.
Pasalnya kata dia, aktivitas pemanfaatan Sumber Daya Mineral di daerah Konut masih ada yang tidak pro rakyat. Pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan bijih nikel di wilayah setempat saat ini telah “menyerobot” lahan warga tanpa izin pemiliknya.
Bahkan menurut Hasrun, hasil investigasi JPKP di lapangan, ditemukan ada beberapa penambang nikel yang diduga merugikan masyarakat lingkar tambang.
“Ada beberapa perusahaan yang melakukan aktivitasnya tidak mempertimbangkan dampak lingkungan bahkan diduga terjadi pelanggaran hukum dan merugikan masyarakat,” ungkap Hasrun kepada Suara Sultra, Sabtu (12/12/2020).
Lebih lanjut Hasrun menjelaskan bahwa baru-baru ini JPKP mendapat pengaduan dari masyarakat pemilik lahan di wilayah Desa Morombo Pantai. Di sana telah terjadi indikasi pengrusakan tanaman dan penyerobotan lahan masyarakat oleh salah satu perusahaan penambang nikel yang mana sejak medio tahun 2013 sampai sekarang masuk mengolah di kebun masyarakat tanpa ganti untung.
“Saat ini kami sedang membantu masyarakat serta akan kerja sama dengan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan itu, dan Insyaallah masyarakat dapat menikmati kembali hak-hak mereka,” tegas anggota Peradi tersebut.
Sementara itu, salah satu pemilik lahan di Desa Morombo Pantai, Ashar mengungkapkan bahwa lahan rumpun keluarganya telah diserobot dan ditambang oleh CV. Unaaha Bahkti (UB) sejak tahun 2013 sampai sekarang. Seluruh tanaman yang ada di kebun seluas 29 hektar telah digusur.
“Saat ini kami dirugikan miliaran rupiah dan hak kami tidak pernah diberikan oleh pihak perusahaan. Sudah pernah kami temui orang perusahan, tetapi kami hanya dimainkan,” ungkap Ashar kepada media ini.
Diketahui, lahan kebun milik keluarga Ashar berjumlah 29 hektar hasil dari warisan orang tua yang diolah sejak tahun 1960-an. Karena situasi negara Indonesia itu sementara bergejolak akibat penjajah, maka rumpun keluarga Ashar terpaksa mengungsi dari kampung Lasolo ke wilayah Morombo Pantai. Dan di sanalah keluarganya bertani dan berkebun sehingga sampai saat ini.
Menurut Ashar, di lokasi tersebut tumbuh puluhan pohon kelapa dan ratusan pohon kopi dan jambu mente.
“Semoga bantuan Pemerintah dan JPKP Konut, dapat membuahkan hasil di dalam membantu memperjuangkan hak-hak kami,” harapnya.
Laporan: Aras Moita