SUARASULTRA.COM | KONAWE – Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe melalui instansi terkait terus melakukan terobosan di bidang pertanian dalam upaya mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan di daerah yang dikenal sebagai lumbung beras Sulawesi Tenggara (Sultra).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan hal itu, termasuk bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani padi sawah di wilayah setempat. Serta upaya meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Program tersebut diantaranya pencanangan musim tanam tiga kali setahun dan uji coba penggunaan pupuk organik cair.
Hasilnya, hari ini Selasa (30/3/2021), Wakil Bupati Konawe, Gusli Topan Sabara (GTS) menghadiri panen padi hasil uji efektivitas penggunaan pupuk organik cair Biosel SR2020, di lokasi Demonstrasi Plot (Demplot) Desa Waworoda Jaya, Kecamatan Tongauna Utara, Selasa (30/3/2021). Acara tersebut dihadiri sejumlah kepala OPD, pemerintah kecamatan dan desa serta petani setempat.
Pada kesempatan itu, Mukidi, salah seorang penyuluh yang mempraktikkan langsung penggunaan Biosel SR2020, memberikan testimoninya. Menurutnya, Biosel tersebut sangat baik untuk tanaman padi. Setelah diaplikasikan, ia melihat tanaman padinya lebih padat berisi. Serangan hama yang menyebabkan pembusukan leher tanaman padi pun bisa terhindar berkat biosel.
“Untuk satu hektar sawah itu, dipakai 12 botol Biosel SR2020. Harganya per botolnya itu Rp100 ribu. Jadi cukup terjangkau,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Biosel, Supriono menuturkan, pihaknya sejauh ini sudah banyak melakukan uji coba Biosel SR2020 di daerah lain dan berhasil. Di Konawe kebetulan juga menjadi yang pertama dan juga dinilai berhasil.
“Selain menjual Biosel jenis pupuk organik untuk padi, kami jg menjual Biosel untuk tambak ikan dan udang. Ada juga Biosel imun yang dikonsumsi manusia untuk memperkuat daya tahan tubuh,” jelasnya.
Keberhasilan uji coba Biosel SR2020 di Konawe mendapat apresiasi dari pimpinan pemerintah daerah dalam hal ini Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara. Apresiasi dari orang nomor dua di Konawe itu disampaikan setelah melihat langsung perbedaan padi hasil uji coba Biosel SR200 dengan padi yang menggunakan pupuk biasa.
Menurut mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe itu, padi yang menggunakan Biosel, bulir padinya padat hingga ke pangkal, sementara yang menggunakan pupuk lain tampak ada bulir yang tak berisi. Begitu pun dengan keadaan batang padi yang menggunakan Biosel tampak kokoh berdiri. Sementara padi dengan pupuk lainnya, tampak beberapa titik tumbang akibat tersapu angin.
Di tempat tersebut, GTS sapaan akrab Wakil Bupati Konawe menyampaikan kegelisahan yang kerap ia dengan dari petani. Khususnya masalah ketersediaan pupuk dan obat-obatan yang selalu saja kurang.
Maka dari itu, dirinya menyarankan agar petani dan pemerintah desa (Pemdes) untuk membuat konsorsium. Gunanya adalah untuk membetuk badan usaha bersama yang bisa mengelola jual beli pupuk dan usaha lain yang berkaitan dengan dunia pertanian.
“Setiap ada pertemuan dengan petani, saya sering bilang buat konsorsium. Tapi ini tidak pernah dilakukan,” katanya.
Menurut GTS, jika desa-desa yang ada di Tongauna, Tongauna Utara dan Kecamatan lainnya bersatu membuat konsorsium, maka akan terkumpul puluhan desa. Jika misalnya ada 60 desa, menyisipkan dana desanya Rp200 juta (dana BUMDes) untuk usaha bersama di konsorsium tersebut maka akan terkumpul dana Rp12 M.
Dana sebesar itu lanjut GTS bisa gunakan untuk membuka usaha pupuk, penggilingan dan jual beli gabah. Ia pun menyarankan untuk menunjuk orang profesional untuk menjalankan usaha itu.
“Kalau itu berjalan, Pemda akan hadir membantu mesin drayer (pengering) dengan kapasitas 50 ton perjam. Kalau semua usaha ini dikalikan keuntungannya, itu tidak sedikit. Desa jadi mandiri, petani sejahtera,” tutur Gusli memotivasi petani.
Di sisi lain masih kata Gusli, jika usaha yang dijalankan konsorsium berjalan dengan baik, pihak bank akan melirik. Perbankan dan pengelola usaha bersama di konsorsium desa bisa membuat komitmen standby loan ( pinjaman dengan mekanisme tersendiri, red).
“Kalau usaha bagus, minta standby loan ke perbankan, Rp50 M pasti ada. Tetapi ini bisa dilakukan jika ada dukungan semua stakeholder, terutama camat dan desa,” jelasnya.
Sebelum meninggalkan lokasi panen tersebut, GTS sempat bertemu dengan pria bernama H. Sultan, salah satu pemilik penggilingan. Ia mengaku mendapat informasi dari Kepala Desa Anggohu, Dwi Septian, kalau hendak ke tempat panen wajib bertemu H. Sultan. Alasannya, H. Sultan selama ini dikenal sebagai pengusaha penggilingan yang banyak membantu petani.
“Pak Sultan ini kalau beli gabah petani kita tidak pernah di bawah empat ribu. Pengusaha seperti ini yang patut kita apresiasi,” pungkasnya.
Laporan: Sukardi Muhtar