SUARASULTRA.COM | KONUT – Polres Konawe Utara (Konut) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menangkap dan mengamankan 13 warga yang diduga terlibat dalam aksi demo anarkis di PT Tiran Indonesia, di Desa Tambakua Kecamatan Landawe Kabupaten Konawe Utara, Sultra pada Jumat (23/4/2021).
Penangkapan ke-13 massa aksi tersebut sempat menghebohkan. Pasalnya, informasi yang beredar di Sosial Media (Sosmed) bahwa saat melakukan penangkapan, personel Polres Konawe Utara melakukan tindakan kekerasan kepada pengunjuk rasa.
Menanggapi informasi tersebut, Koordinator Lapangan (Korlap) Mustaman, menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa tersebut sebagai rasa penyesalan atas terjadinya aksi yang berujung anarkis itu.
“Atas peristiwa demonstrasi yang terjadi Jumat lalu, kami meminta maaf kepada PT. Tiran dan juga kepada Kepolisian Resort Konawe Utara,” kata Mustaman, Senin (26/4/2021) di hadapan Kapolres Konawe Utara beserta jajaran dan Perwakilan PT Tiran Indonesia saat melakukan konfrensi Pers di Mapolres Konawe.
Mustaman kemudian menegaskan bahwa dalam peristiwa ini tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Semua tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kami yang bersalah. Polisi sudah melakukan tugasnya sesuai SOP yang ada,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mustaman kembali meluruskan bahwa yang menjamin dirinya dan rekan-rekannya di hadapan penyidik hanyalah Kepala Desa Tambakua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konut atas nama Herman, bukan anggota DPRD yang lain.
“Ini saya sengaja luruskan agar tidak ada lagi yang mengaku seolah-olah dirinya lah yang menjamin kami,” ungkapnya.
Selain itu, Mustaman juga mengingatkan agar tidak ada pihak lain yang memanfaatkan kejadian ini untuk kepentingan tertentu. Ia pun meminta agar kejadian tersebut tidak dibesar – besarkan.
Kerena menurutnya, sudah ada pihak Polres Konut dan Kepala Desa Tambakua yang dapat memediasi persoalan itu dengan baik dengan PT Tiran Indonesia.
“Saya berharap kepada teman-teman yang ada di luar sana biarkanlah kami yang menyelesaikan persoalan ini, kami akui kesalahan kami,” tuturnya.
Sementara itu, Halido yang disebut-sebut sebagai korban kekerasan saat Polisi melakukan penangkapan di lokasi unjuk rasa juga menegaskan bahwa informasi yang beredar di media sosial tersebut tidak sesuai fakta yang terjadi di lapangan.
Ia pun meluruskan atas kejadian itu. Menurut Halido, saat dilakukan penangkapan, ia mengaku jika saat itu dirinya sempat melakukan perlawanan agar tidak ditangkap.
“Yang benar adalah saat itu saya berontak karena tidak mau ditangkap. Saya tidak diseret Polisi tapi saya sengaja berbaring agar sulit diamankan,” tuturnya.
Untuk itu, Halido meminta agar peristiwa penangkapan dirinya tidak lagi dibesar – besarkan. Karena pada faktanya dirinya tidak mengalami tindakan kekerasan saat ditangkap polisi.
“Pada saat itu saya sempat melakukan perlawanan, saya berontak. Jadi tidak ada kekerasan fisik,” tegasnya.
Meski demikian, Kapolres Konawe Utara Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Achmad Fathul Ulum, S.IK menegaskan bahwa Polres Konawe Utara tetap akan memeriksa anggotanya yang melakukan pengamanan saat aksi anarkis terjadi.
“Kami tetap memintai keterangan kepada anggota yang diduga melakukan tindakan tersebut. Kalau terbukti melanggar kita akan proses sesuai perundang-undangan,” tegasnya.
Laporan: Sukardi Muhtar