SUARASULTRA.COM | KENDARI – Di masa pandemi saat ini, sektor pertambangan dinilai sebagai salah satu sektor yang mampu berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi nasional khususnya nikel. Realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor nikel tahun 2021 ini mencapai Rp 4,78 triliun. Capaian ini naik 64,83% dibandingkan dengan raihan PNBP tahun sebelumnya sebesar Rp 2,9 triliun. Tentu capaian ini telah mendapatkan apresiasi besar dari pemerintah.
Namun, di sisi lain pemerintah mesti tegas dalam menyikapi praktek pertambangan yang menabrak aturan dan merugikan masyarakat, baik aktivitas pertambangan nikel dalam areal kawasan hutan maupun pada pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat secara turun temurun.
Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dunia telah menjadi sasaran investasi para pengusaha tambang, baik di wilayah daratan maupun kepulauan. Bahkan, pulau-pulau kecil seperti Pulau Wawonii tak ketinggalan untuk digarap.
Padahal, berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, aktivitas eksraktif seperti pertambangan tak diizinkan. Sedangkan Pulau Wawonii merupakan wilayah pulau kecil, sehingga tak dimungkinkan akan adanya aktivitas pertambangan di daerah tersebut.
Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 2014 pada Pasal 23 ayat (1) dijelaskan, bahwa pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Kemudian pada Pasal (2) yang mengatur terkait pemanfaatan pulau dijelaskan, bahwa pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan serta pertahanan dan keamanan negara.
Seperti halnya di Konawe Kepulauan atau Pulau Wawonii terdapat PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) merupakan perusahaan tambang yang dipastikan akan melakukan aktivitasnya, karena sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kendati demikian, kehadiran GKP masih terus mendapatkan perlawanan dari sejumlah masyarakat setempat, yang menolak adanya aktivitas pertambangan di kampung halaman mereka.
Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa menyebutkan, Konawe Kepulauan tergolong sebagai pulau kecil, bahkan Konawe Kepulauan hanya memiliki luas wilayah 857,68 km2. Olehnya itu, aktivitas ekstraktif seperti pertambangan nikel hendaknya tak dilakukan di kawasan pulau kecil dan pesisir. Apalagi, secara aturan sudah dijelaskan melalui UU pesisir, dari beberapa hal yang diprioritaskan untuk pemanfaatan pulau, aktivitas tambang tak masuk di dalam item-item tersebut
“Tidak boleh ada kegiatan pertambangan pada pulau kecil seperti Pulau Wawonii, karena tidak ada aktivitas ekstraktif yang ramah lingkungan, semuanya pasti akan merusak lingkungan,” ujar Ikram Kepada Wartawan, Rabu 2/3/2022.
Menurut Ikram, sampai saat ini perlawan terhadap kehadiran perusahaan tambang terus menerus dilakukan masyarakat. Akibat perlawan masyarakat setempat terhadap kehadiran PT. GKP ini, salah seorang warga sempat pernah menjalani perawatan intens di RSUP Bahtermas dan beberapa pemilik lahan dikriminalisasi, imbas dari aktivitas pertambangan tersebut.
“Kami minta Presiden Joko Widodo segera cabut IUP PT. Gema Kreasi Perdana. Kami juga minta pihak terkait segera hentikan aktivitas PT. GKP di Wawonii. Selain diduga belum memiliki Izin pelabuhan khusus juga tidak boleh ada aktivitas pertambangan daerah tersebut,” ujarnya.
“Demi Kemanusiaan dan keberlangsungan hajat hidup orang banyak, pemerintah harus mencabut semua izin pertambangan dipulau kecil, tanpa terkecuali PT. GKP di Pulau Wawonii, UU No. 1 Tahun 2014 telah tegas melarang adanya aktifitas pertambangan dipulau kecil, tidak terkecuali Pulau Wawoni yang luasannya tergolong pulau kecil itu,” pinta Ikram.
Sebelumnya, IUP PT. GKP telah dibekukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara atas pertimbangan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWPPPK).
“PT. Gema Kreasi Perdana kan sudah dibekukan beberapa waktu lalu oleh Pemprov. Kalau perusahaan ini dibiarkan terus berjalan maka Pemprov tidak serius mengawal keputusannya,”katanya.
Karena itu, Ketua bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI ini menegaskan, jika pihak Polda Sultra tidak segera menindaklanjuti imbauan dan desakan tersebut, maka pihaknya akan membawa persoalan perusahaan tersebut ke Jakarta (Mabes Polri). Alasannya,, aktivitas tambang tersebut diduga menyalahi aturan. Ia juga meminta masyarakat Konawe Kepulauan untuk tetap teguh melakukan perlawanan menolak tambang di pulau Wawonii.
“Kegiatan pertambangan ini harus segera ditindak, Aparat penegak hukum mesti tegas melihat aturan yang ada. Kami juga meminta masyarakat Konawe Kepulauan untuk tetap istiqomah melakukan perlawanan TOLAK TAMBANG di pulau Wawonii. Jika tidak, saya yakin bencana besar menanti masyarakat Konkep,” tegasnya.
Jika merujuk pada UU nomor 27 tahun 2007 dengan perubahan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007 jo UU 1/2014) pasal 1 angka 3 berbunyi : Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 KM persegi beserta kesatuan Ekosistemnya.
Sedangkan Wilayah Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan mempunyai luas 857,68 kilometer persegi. Dengan demikian, Wilayah Pulau Wawonii digolongkan ke dalam Pulau Kecil. Hal ini berarti tidak tepat jika Kementerian ESDM mendasarkan pertimbangan pemberian izin tambang berdasarkan UU 4/2009 jo UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan UU 27/2007 jo UU 1/2014 merupakan jurisdiksi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Dalam UU 27/2007 jo UU 1/2014, kegiatan usaha pertambangan tidak menjadi kegiatan prioritas yang dapat dilakukan di pulau-pulau kecil. Tujuan utama pemanfaatan pulau-pulau kecil adalah kelestarian dan keberlanjutan ekosistem yang ada di dalamnya. Pasal 23 ayat (3) pada UU tersebut menyebutkan bahwa kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya wajib memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, dan kegiatan tersebut harus memperhatikan kemampuan serta kelestarian sistem tata air setempat,” jelasnya.
UU 27/2007 jo UU 1/2014 pasal 35 juga menyebutkan bahwa kegiatan penambangan mineral adalah kegiatan yang dilarang untuk dilakukan di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir Kecil apabila kegiatan tersebut secara teknis dan/atau ekologi, sosial, dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya.
Lebih lanjut Pasal 26A ayat (4) poin c mensyaratkan bahwa izin pemanfaatan pulau-pulau kecil bagi penanaman modal asing dilakukan pada wilayah pulau yang tidak berpenduduk.
“Sedangkan wilayah konsesi PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang merupakan perusahaan penanaman modal asing berada di pulau yang berpenduduk, jadi apapun alasannya pemerintah mesti mencabut IUP PT. GKP di Pulau Wawonii”, tutupnya.
Laporan: Sukardi Muhtar