SUARASULTRA.COM | KONUT – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai PT Lawu Agung Mining (LAM) sebagai sumber kegaduhan di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo melalui siaran pers miliknya pada Jumat, 6 Mei 2022 kemarin menuturkan bahwa kehadiran PT. Lawu Agung Mining (LAM) melalui Kerja Sama Operasi – Mandiodo Tapunggaeya Tapuemea (KSO – MTT) bukan membawa kesejahteraan melainkan telah melahirkan banyak persoalan untuk PT Antam Tbk.
“Menurut kami, ada banyak persoalan yang timbul di Blok Mandiodo sejak adanya PT. LAM sebagai anggota KSO MTT. Ini seharusnya bisa diatasi oleh Perumda Sultra selaku Ketua KSO MTT,” ucap Hendro.
Eksistensi Perumda Sultra selaku pemegang kontrak langsung dengan PT. Antam dalam hal sebagai ketua Kerja Sama Operasi – Mandiodo Tapunggaeya Tapuemea (KSO – MTT) wajib di pertanyakan.
“Perumda Sultra ini semacam ada dan tiada, padahal yang lebih berhak itu mereka (Perumda Sultra) sebagai pemegang kontrak langsung dengan PT. Antam. Sedangkan PT. LAM hanya sebagai anggotanya,” ujar pria yang juga merupakan putra daerah Konawe Utara itu.
Hendro menilai ada kejanggalan dari sikap Perumda Sultra selaku ketua KSO MTT, sampai hari ini pihaknya belum melihat adanya teguran atau ultimatum dari ketua KSO MTT kepada anggotanya dalam hal ini PT. LAM terkait adanya dugaan kejahatan lingkungan dan illegal mining di Blok Mandiodo.
“Sejauh ini kami belum melihat ada upaya-upaya pencegahan atau ultimatum yang dilayangkan oleh Perumda Sultra selaku ketua KSO MTT kepada anggotanya dalam hal ini PT. Lawu Agung Mining (LAM) terkait polemik Blok Mandido, ada apa?” Tanya Hendro dengan nada heran.
Lebih lanjut, mahasiswa pascasarjana Ilmu Hukum Universias Jayabaya itu menjelaskan, berdasarkan surat PT. Antam pusat bahwa PT. Antam tidak pernah melakukan kontrak langsung dengan PT. Lawu Agung Mining (LAM).
Hal itu diperkuat dengan pernyataan PT. Antam UPBN Sultra yang mengatakan tidak mengetahui adanya kontrak antara PT. Antam dengan PT. LAM.
Sehingga kata dia, PT. LAM tidak punya kewenangan untuk mengatur jalannya pertambangan di wilayah IUP PT. Antam di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara.
“Kalau dilihat dari surat PT. Antam pusat yang ditandatangani oleh Direktur Utama, PT. LAM ini sebenarnya hanya sebagai kontraktor biasa. Tapi di lokasi seolah mereka yang atur kegiatan sampai-sampai setiap kontraktor yang mau melakukan penjualan harus konfirmasi ke PT. LAM,” bebernya.
Oleh sebab itu, Hendro Nilopo secara kelembagaan mendesak Ketua KSO-MTT dalam hal ini Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sultra untuk memutuskan kontrak dengan PT. Lawu Agung Mining (LAM).
Ia juga menyampaikan kepada seluruh kontraktor yang berada di bawah payung KSO MTT untuk tidak mendengarkan seluruh keputusan yang dibuat oleh PT. Lawu Agung Mining (LAM). Sebab kata dia, semua kontraktor hanya patuh kepada ketua KSO MTT atau langsung dari PT. Antam.
“Seperti yang kami katakan tadi, bahwa PT. LAM tidak punya kewenangan untuk mengatur pertambangan di Blok Mandiodo. Mereka ini tidak punya dasar yang kuat untuk membuat aturan seperti contohnya mematok harga nikel kontraktor lokal senilai $10 Dolar,” jelasnya.
“Maka menurut kami, agar kondisi di Blok Mandiodo bisa kondusif PT. Antam melalui ketua KSO MTT harusnya bisa tegas memutus kontrak dengan PT. LAM. Kami yakin dan percaya tanpa adanya PT. LAM di Blok Mandiodo kegiatan pertambangan akan berjalan baik tanpa masalah,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Tim Redaksi media ini berhasil melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. (***)