SUARASULTRA.COM | KONSEL – PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) yang beroperasi di Desa Lawisate, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), tengah menghadapi masalah terkait aktivitas tambang yang diduga melanggar kesepakatan damai mengenai sengketa lahan.
Perusahaan yang dimiliki oleh Wisma Bharuna (Komisaris) dan Jiang Wang (Direktur) ini dituding kembali melanjutkan operasi pertambangan di lahan yang statusnya masih sengketa.
Persoalan ini mencuat setelah beredar video berdurasi 3 menit 50 detik yang menunjukkan seorang warga menjelaskan bahwa PT GMS melanggar kesepakatan damai terkait sengketa tanah. Dalam video tersebut, warga menyebutkan bahwa sebelumnya telah disepakati adanya pertemuan antara kuasa hukum PT GMS dan pihak warga pemilik lahan untuk menyelesaikan sengketa. Namun, pertemuan yang dijanjikan tersebut tidak kunjung terlaksana.
“Sampai saat ini, belum ada pertemuan antara kuasa hukum saya, kuasa hukum PT GMS, dan kuasa hukum Kumbolan,” kata warga yang menjadi narasumber dalam video itu.
Warga tersebut menegaskan bahwa ketidakhadiran pertemuan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Puncaknya, PT GMS kembali melanjutkan aktivitas produksi tambang, yang dianggap oleh warga sebagai pelanggaran serius.
“Yang paling fatal, setelah kita naik ke lokasi, ternyata mereka sudah memulai produksi. Bukan sekadar mengambil stok, tetapi sudah mulai memproduksi. Ini jelas melanggar kesepakatan,” ungkapnya.
Sebagai respons atas tindakan PT GMS, warga setempat pun berencana menutup kembali aktivitas operasional perusahaan.
“Hari ini kami akan menutup kembali kegiatan pertambangan di sini karena sudah melanggar kesepakatan yang telah kami bangun bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Humas PT GMS, Sakirman, mengungkapkan bahwa perusahaan telah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan pihak yang bersengketa. Namun, hingga kini, masalah sengketa status kepemilikan tanah antara pihak Sunaya dan Kumbolan yang dikelola oleh PT GMS belum mencapai titik terang.
Polemik ini bermula dari sengketa antara Sunaya dan Kumbolan yang menuntut hak atas tanah yang kini dikelola oleh PT GMS. Proses penyelesaian sengketa tersebut semakin kompleks setelah munculnya tuduhan pelanggaran kesepakatan damai yang disepakati sebelumnya.
Laporan: Tim Redaksi