

SUMBAR – Selama beberapa tahun terakhir, fenomena Work From Home (WFH) menjadi sebuah keharusan yang dihadapi oleh banyak pekerja di seluruh dunia. Pandemi COVID-19 yang memaksa kita beradaptasi dengan bekerja dari rumah ini telah mengubah lanskap dunia kerja secara drastis.
Namun, seiring berjalannya waktu, banyak yang mulai menyadari adanya dampak negatif dari kebijakan ini, terutama terhadap kesehatan mental para pekerja.
Apakah WFH memang solusi jangka panjang yang ideal, atau justru menciptakan masalah baru yang lebih besar?
Masalah yang dihadapi pekerja salah satu masalah yang paling menonjol adalah isolasi sosial. Ketika bekerja dari rumah, banyak pekerja merasa terputus dari kehidupan sosial mereka. Kurangnya interaksi langsung dengan rekan kerja, bos, atau bahkan teman kantor membuat mereka merasa terisolasi dan terkadang terasing dari lingkungan sosial yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik.
Rasa kesepian ini, jika dibiarkan, bisa berujung pada masalah yang lebih serius seperti depresi atau kecemasan.
Selain itu, batasan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi semakin kabur.
Sebelumnya, kantor adalah tempat yang secara jelas membedakan waktu kerja dengan waktu pribadi. Namun, ketika bekerja dari rumah, banyak pekerja yang kesulitan untuk menetapkan waktu untuk beristirahat, sering merasa terus-menerus “on call” atau selalu ada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. Hal ini dapat menyebabkan stres kronis dan kelelahan mental.
Solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya penyesuaian dalam pola kerja dan pendekatan terhadap kesehatan mental.
Berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan oleh individu, perusahaan, dan pemerintah:
1. Menetapkan batasan yang jelas:
Pekerja harus menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mengatur jadwal yang tetap, misalnya mulai bekerja pada pukul 08.00 pagi dan berhenti pada pukul 17.00 sore, dapat membantu untuk menghindari kelelahan yang berlarut-larut.
Membuat “ruang kerja” yang khusus di rumah juga dapat memberikan sinyal fisik bahwa waktu untuk bekerja telah dimulai.
2. Interaksi sosial virtual:
Meskipun tidak dapat bertemu secara langsung, banyak aplikasi dan platform seperti Zoom, Google Meet, atau Microsoft Teams yang memungkinkan interaksi antar sesama rekan kerja atau bahkan teman di luar pekerjaan.
Mengadakan pertemuan daring, baik yang bersifat profesional atau hanya sekedar berbincang santai, dapat meredakan rasa kesepian yang sering timbul.
3. Menjaga kesehatan fisik dan mental:
Melakukan olahraga ringan, seperti berjalan kaki atau yoga, dapat membantu mengurangi stres. Selain itu, mindfulness dan meditasi juga merupakan teknik yang terbukti efektif untuk menenangkan pikiran. Banyak aplikasi kini menawarkan program meditasi yang bisa membantu pekerja untuk tetap tenang dan fokus.
4.Meningkatkan dukungan dari perusahaan:
Perusahaan perlu memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental karyawan. Misalnya, dengan menyediakan program kesejahteraan mental seperti konseling psikologis atau memberikan akses ke aplikasi kesehatan mental.
Perusahaan juga harus lebih fleksibel dengan waktu kerja, memberi ruang bagi karyawan untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka.
5. Pengelolaan stres yang efektif:
Stres yang ditimbulkan akibat beban kerja yang terus menerus perlu dikelola dengan baik. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mengidentifikasi penyebab stres, kemudian mencari solusi untuk mengurangi atau mengeliminasi faktor-faktor tersebut. Baik itu dengan memperbaiki manajemen waktu atau mengurangi tugas yang tidak perlu.
Menghadapi tantangan masa depan
fenomena WFH mungkin bukanlah tren yang hanya sementara. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan cara-cara baru dalam bekerja, ada kemungkinan besar bahwa fleksibilitas kerja akan menjadi bagian dari norma kerja di masa depan.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai memikirkan strategi jangka panjang yang tidak hanya berfokus pada efisiensi kerja, tetapi juga pada kesejahteraan pekerja.
Pekerja dan perusahaan perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih sehat, yang tidak hanya mengutamakan produktivitas tetapi juga kesehatan mental.
Mengingat dampak besar yang ditimbulkan oleh fenomena ini, perhatian terhadap kesejahteraan mental harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan WFH yang diterapkan.***
Oleh : Nadia Ef
( Mahasiswa FIB Universitas Andalas)


