Polemik Aktivitas Pertambangan di Konawe Kepulauan: Pihak Terkait Adu Argumen

  • Share
Lokasi Pertambangan PT GKP di Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KONKEP – Polemik mengenai sengketa pertambangan di Pulau Kecil Wawonii kembali mencuat. Kali ini, pernyataan Kepala Dinas ESDM Pemprov Sultra, Andi Azis, dalam siaran pers PPID Utama Provinsi Sultra pada 22 Januari 2025, yang menyatakan bahwa PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) masih berhak melaksanakan kegiatan pertambangan, menjual hasil tambang, serta membayar PNBP, menuai kritik keras.

Pernyataan tersebut merujuk pada SK Menteri Kehutanan Nomor 576 Tahun 2014 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), namun dinilai keliru dan bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Lebih lanjut, pernyataan Sekretaris Daerah Pemprov Sultra, Asrun Lio, yang terkesan mendukung pernyataan Andi Azis dalam wawancara 24 Januari 2025, juga dinilai menunjukkan ketidakpahaman Pemprov Sultra terhadap persoalan yang telah merugikan masyarakat Wawonii.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum masyarakat Wawonii, Harimuddin, dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 403 K/TUN/TF/2024, yang mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan IPPKH PT GKP, telah berkekuatan hukum tetap.

Bahkan, dalam gugatan tersebut, permohonan penundaan keberlakuan IPPKH juga dikabulkan. Dengan demikian, meskipun ada upaya hukum Peninjauan Kembali, Pemprov Sultra harus menghormati putusan ini dan melarang PT GKP melanjutkan kegiatan pertambangan.

Harimuddin menambahkan bahwa IPPKH PT GKP telah tidak berlaku sejak lama, karena berdasarkan Diktum Ketigabelas dalam surat keputusan IPPKH yang diterbitkan pada 18 Juni 2014, IPPKH menjadi batal jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada kegiatan nyata di lapangan.

Dalam perkara yang disidangkan di PTUN Kendari, terungkap bahwa PT GKP baru memulai kegiatan pertambangan pada akhir 2019, padahal batas waktu yang ditentukan sudah lewat pada 18 Juni 2016.

Selain itu, Mahkamah Agung juga telah membatalkan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah Konawe Kepulauan (Perda RTRW Konkep) yang mengatur ruang kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.

Pasal-pasal tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, termasuk UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP3K) yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau kecil.

Perda RTRW dan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tingkat Provinsi Sultra juga tidak mengizinkan kegiatan pertambangan di Wawonii.

“Pemprov Sultra harus mengingat dua putusan Mahkamah Agung yang dengan jelas menghapus ketentuan ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Kecil Wawonii. Kegiatan pertambangan di pulau tersebut jelas bertentangan dengan hukum,” ujar Harimuddin, yang juga mantan Staf Khusus Satgas 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam keterangan tertulisnya, Jum’at 31 Januari 2025.

Senada dengan Harimuddin, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan, Sahidin, menegaskan bahwa kedua putusan Mahkamah Agung tersebut bersifat final dan tidak dapat digugat lagi. Oleh karena itu, Pemprov Sultra harus menghormati dan melaksanakan putusan tersebut.

Sayangnya, Pemprov Sultra terkesan berpihak pada PT GKP dan membiarkan perusahaan tersebut melanjutkan operasional meskipun IPPKH-nya telah ditunda berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 403 K/TUN/TF/2024.

Sikap Pemprov Sultra yang abai terhadap putusan Mahkamah Agung ini semakin terlihat ketika PT GKP tetap menjalankan operasional pertambangan, meskipun telah diakui oleh General Manager External Relations PT GKP, Bambang Murtiyoso, bahwa mereka mengandalkan izin yang masih berlaku seperti IUP dan IPPKH.

Pernyataan ini, menurut Sahidin, merupakan pengakuan atas tindak pidana, karena PT GKP tetap menambang tanpa IPPKH yang sah, yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.

Sahidin menambahkan bahwa kekeliruan Pemprov Sultra dan ketidakpedulian terhadap putusan hukum semakin merugikan masyarakat Wawonii. Selain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 bahwa pulau kecil tidak boleh dijadikan wilayah pertambangan, yang semakin menguatkan posisi hukum masyarakat.

Terlepas dari kemungkinan adanya Peninjauan Kembali yang menguntungkan PT GKP, Sahidin menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang bagi kegiatan pertambangan di Pulau Kecil Wawonii setelah dua putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.

“Pernyataan Kepala Dinas ESDM dan Sekda Sultra seharusnya segera dicabut dan diklarifikasi, karena selain bertentangan dengan hukum, hal tersebut juga menyakiti hati masyarakat Wawonii yang sedang berjuang untuk memperoleh kembali hak mereka atas lingkungan yang bersih, sehat, dan terbebas dari kegiatan pertambangan,” tutup Sahidin.

Sementara, pihak GKP tidak merasa ada putusan yang dilanggar, baik dari Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK). Karena, PT GKP sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Hal tersebut diungkapkan oleh Manager Strategic Communication PT GKP, Hendry Drajat Muslim.

Menurut Hendry, putusan kasasi MA sebelumnya, hanya memerintahkan kementerian terkait untuk mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Namun, hingga saat ini belum ada pencabutan IPPKH PT GKP. Saat ini, pihak PT GKP tengah dalam proses hukum lanjutan, melalui langkah PK ke MA,” kata Hendry dikutip dari inilah.com, Jum’at 31 Januari 2025.

Lebih lanjut Hendry mengatakan, jika pencabutan IPPKH terjadi pun, maka tidak serta-merta membuat Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak berlaku. Karena, MA telah memenangkan status legalitas IUP milik PT GKP.

Selain itu, masih kata Hendry, putusan MK juga tidak menyatakan aktivitas pertambangan di pulau kecil, dilarang secara mutlak. Pertambangan di pulau kecil dan pesisir boleh dilakukan asal memenuhi seluruh persyaratan, sesuai perundang-undangan dan dinilai/dibuktikan langsung oleh kementerian/lembaga (K/L) yang berwenang.

Terkait upaya PK, lanjut Hendry, sepenuhnya dilakukan PT GKP, bukan Kementerian Kehutanan. Upaya ini merupakan langkah hukum lanjutan yang diajukan PT GKP atas putusan kasasi MA.

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share