Dugaan Pencemaran Lingkungan PT TBS, DPRD Sultra Akan Bentuk Pansus

  • Share
Unras di Kantor DPRD Sultra

Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Konsorsium Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Korum), Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, bersama Amara Sultra serta Jangkar Sultra, kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Sultra, Senin 10 Februari 2025.

Unras ini terkait dugaan pencemaran lingkungan yang melibatkan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

Aksi ini menjadi yang ketiga kalinya di DPRD Sultra, dengan Korum Sultra mendesak agar DPRD mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan kegiatan operasional PT TBS.

Aksi tersebut menyoroti dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi pada 8 dan 30 Januari 2025, di mana air laut dan pesisir di sekitar lokasi tambang berubah menjadi kemerah-merahan.

Ketegangan sempat terjadi saat massa aksi tiba di kantor DPRD Sultra dan tidak disambut oleh anggota DPRD. Hal ini memicu kemarahan massa aksi, yang kemudian membakar ban mobil sebagai bentuk protes.

Tidak hanya itu, mereka juga melakukan penyisiran di ruangan-ruangan kantor DPRD Sultra, berharap bisa menemui salah satu anggota DPRD untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Karena tidak ada perwakilan DPRD yang menemui mereka, massa aksi akhirnya melakukan upaya penyegelan terhadap Kantor DPRD Sultra.

Ketegangan baru mereda sekitar pukul 13.00 WITA, ketika akhirnya anggota Komisi III DPRD Sultra menemui perwakilan massa aksi dan menerima aspirasi mereka.

Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Botom, menyampaikan bahwa kedatangan mereka ke gedung DPRD Sultra bertujuan untuk meminta penegasan terkait rekomendasi penghentian aktivitas dan pembekuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TBS.

“Kami ingin meminta ketegasan dari anggota DPRD Sultra mengenai rekomendasi penghentian aktivitas PT TBS di Kabaena Selatan,” ujarnya.

Komisi III DPRD Sultra saat menerima perwakilan massa aksi. Foto: Istimewa 

Malik menilai bahwa Komisi III DPRD Sultra tidak serius menangani persoalan pencemaran lingkungan yang dituduhkan terhadap PT TBS. Menurutnya, Komisi III belum melaksanakan hasil keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan pada Rabu, 22 Januari 2025 lalu, di mana Ketua Komisi III DPRD Sultra, Hj. Sulaeha Sanusi, telah berjanji untuk melakukan kunjungan langsung ke lokasi penambangan PT TBS.

Sulaeha Sanusi menegaskan bahwa setelah kunjungan lapangan dan pengumpulan data primer, Komisi III akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menangani masalah ini lebih lanjut.

“Kami siap melibatkan perwakilan dari Konsorsium Mahasiswa Sultra dalam kunjungan lapangan untuk melihat langsung kondisi di lokasi,” ujar Sulaeha.

Sementara itu, PT TBS diketahui belum memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk kegiatan operasionalnya, berdasarkan data dari Dinas ESDM Sultra. Sulaeha berkomitmen untuk menindaklanjuti masalah ini.

“Kami akan koordinasi dengan ESDM. Saya sudah mendapat informasi bahwa PT TBS tidak tercatat sebagai pemegang kuota RKAB, dan kami akan menindaklanjuti hal ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk membentuk Pansus guna menindaklanjuti dugaan pencemaran lingkungan oleh PT TBS.

“Kami sepakat untuk segera membentuk pansus,” katanya.

Anggota lainnya, Abdul Khalik, menambahkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Inspektur Tambang dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk melakukan kunjungan lapangan bersama. Anggota Komisi III, Aflan Zulfadli, menekankan pentingnya pengumpulan data primer sebelum melakukan kunjungan.

Sebelumnya, pada RDP 22 Januari 2025, perwakilan Inspektur Tambang Sultra, Syahril, mengungkapkan temuan terkait pembuangan air limbah pertambangan dan saluran air yang berpotensi tertutup oleh timbunan material dari aktivitas PT TBS.

Namun, Humas PT TBS, Nindra, membantah tuduhan pencemaran tersebut. Ia menyatakan bahwa sungai Watalara tidak pernah meluap hingga menyebabkan banjir dan merusak biota laut seperti yang dituduhkan.

“Itu bukan banjir, melainkan keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir yang beredar di rumah warga diambil dua tahun lalu, saat kegiatan penambangan kami sedang dihentikan,” jelasnya.

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share