Jurnalis di Kendari Dipaksa jadi Saksi, JMSI Sultra Menyesalkan Tindakan Penyidik

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara menyatakan penyesalan yang mendalam atas tindakan penyidik Propam Polresta Kendari, yang memaksa dua jurnalis menjadi saksi penyelidikan dugaan pelecehan seksual oleh oknum polisi terhadap seorang ibu rumah tangga.

“Tindakan pemaksaan tersebut kami anggap bertentangan dengan prinsip perlindungan kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers No 40,” kata Ketua JMSI Sultra, M Nasir Idris, pada Sabtu, (22/2/2025).

Dua jurnalis yang dipaksa menjadi saksi adalah Samsul dari Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah dari Simpul Indonesia. Keduanya melaporkan bahwa mereka mengalami intimidasi pada 3 Februari 2025 oleh penyidik Propam Polresta Kendari, yang memaksa mereka memberikan keterangan terkait pemberitaan mengenai kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang anggota kepolisian.

Informasi yang diperoleh oleh kedua wartawan tersebut berasal dari narasumber yang merupakan korban kekerasan seksual, yang identitasnya dijaga kerahasiaannya.

Pada 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kasi Propam Polresta Kendari, AKP Supratman, dengan nomor Spg/06/II/Huk.12.10.1/2025/Sipropam. Surat tersebut meminta keduanya untuk memberikan kesaksian lebih lanjut terkait peliputan kasus tersebut.

Terkait kejadian ini, CEO Telisik.id tersebut menilai tindakan Propam Polresta Kendari sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut mantan Ketua AJI Kendari ini, dalam undang-undang tersebut, jurnalis memiliki hak tolak yang melindungi mereka dari kewajiban untuk mengungkapkan identitas atau informasi dari narasumber yang dijaga kerahasiaannya. Pasal 1 butir 10 UU Pers menyebutkan bahwa hak ini diberikan untuk melindungi jurnalis dari pertanggungjawaban hukum atas karya jurnalistik yang mereka buat.

“Sementara itu, Pasal 4 ayat (4) menggarisbawahi bahwa hak tersebut hanya dapat dicabut oleh pengadilan, dan itu hanya untuk kepentingan umum atau keselamatan negara,” jelasnya.

Nasir Idris juga menegaskan bahwa pemanggilan jurnalis sebagai saksi dalam kasus ini berpotensi menciptakan ketidakpastian dan ketakutan di kalangan wartawan.

“JMSI Sultra berharap agar aparat penegak hukum dapat lebih menghormati hak-hak jurnalis dan menjaga kebebasan pers sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” harapnya.

Lebih lanjut, Nasir Idris menjelaskan bahwa Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama mengenai Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“Propam Polresta Kendari sebaiknya tidak memaksakan keduanya untuk menjadi saksi dalam tindak pidana yang berkaitan dengan karya jurnalistik,” tegas Dosen Tetap Universitas Nahdlatul Ulama Sultra ini. (*)

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share