![Make Image responsive](https://suarasultra.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250207-WA0118.jpg
)
![Make Image responsive](https://suarasultra.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250207-WA0180.jpg
)
SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Maraknya aktivitas penambangan nikel ilegal di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, telah menarik perhatian banyak pihak. Perhimpunan Aktivis Nusantara (PERANTARA) mendesak Mabes Polri untuk segera mengambil tindakan tegas guna menghentikan praktik ilegal tersebut.
Koordinator Pusat PERANTARA, Eghy Seftiawan, mengungkapkan bahwa penelusuran yang dilakukan di lapangan menunjukkan adanya aktivitas penambangan ilegal yang berlangsung secara masif di wilayah Pomalaa. Menurut Eghy, hal tersebut sudah masuk dalam ranah hukum dan membutuhkan respons cepat dari aparat kepolisian.
“Berdasarkan temuan di lapangan, aktivitas ilegal ini sangat meresahkan. Kami meminta Mabes Polri segera bertindak, terutama Bareskrim Polri, untuk turun ke lokasi karena masalah ini sangat kompleks dan melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ujar Eghy dalam siaran pers yang dikeluarkan pada Selasa (11/02).
Eghy menegaskan, kegiatan penambangan ilegal ini sangat merugikan negara karena merusak sumber daya alam dan mengakibatkan hilangnya penerimaan negara. Ia menyebutkan bahwa tata kelola pertambangan di Indonesia membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
“Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah menginstruksikan setiap Kapolda untuk menindak penambang ilegal di seluruh Indonesia. Namun, di Pomalaa, penindakan yang seharusnya dilakukan oleh Polres Kolaka justru tidak maksimal. Kami menduga ada pembiaran oleh aparat kepolisian setempat,” tegas Eghy.
Sehubungan dengan hal itu, PERANTARA meminta Kapolri untuk mencopot Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kolaka yang diduga lalai dalam menangani aktivitas penambangan ilegal di wilayah tersebut. Eghy mengingatkan bahwa jika pembiaran ini dibiarkan, akan semakin memperkuat dugaan adanya keterlibatan aparat dalam praktik ilegal tersebut.
Lebih lanjut, Eghy juga mengungkapkan bahwa dugaan penambangan ilegal di wilayah kerja Syahbandar Pomalaa harus menjadi perhatian khusus. Ia menduga bahwa Syahbandar Pomalaa terlibat dalam penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB) dan Surat Perintah Berlayar (SPB) yang memungkinkan pelaku penambangan ilegal mengangkut hasil tambang secara ilegal.
“Oleh karena itu, kami mendesak Dirjen Hubla Kementerian Perhubungan Republik Indonesia untuk segera mencopot Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Pomalaa jika terbukti terlibat dalam praktik ini. Penyalahgunaan wewenang ini harus segera diusut,” tegas Eghy.
PERANTARA juga meminta agar Bareskrim Polri dan Polda Sulawesi Tenggara segera berkoordinasi dan turun ke lapangan untuk melakukan penindakan serta membongkar sindikat penambangan ilegal di Pomalaa. Mereka berharap agar langkah-langkah cepat dan tegas dapat diambil sebelum kerusakan lingkungan semakin parah dan memberikan dampak negatif pada masyarakat sekitar.
“Kami akan terus menyuarakan tuntutan ini dan berharap ada langkah-langkah yang terukur dari pihak berwenang untuk menangani masalah ini dengan serius,” tutup Eghy.
Laporan: Redaksi
![Make Image responsive](
https://suarasultra.com/wp-content/uploads/2024/10/20241021_142155.jpg)
![Make Image responsive](https://suarasultra.com/wp-content/uploads/2025/02/20250205_171853.jpg
)
![Make Image responsive](https://suarasultra.com/wp-content/uploads/2024/12/IMG-20241215-WA0071.jpg
)