PT WIN Tetap Beroperasi, Abaikan Keselamatan Siswa dan Guru Saat Proses Belajar Mengajar

  • Share
Aliansi Pejuang Lingkungan dan Hak Asasi Manusia (APEL HAM) Torobulu saat melakukan aksi demisntrasi di Depan Kantor Cabang PT WIN di Konsel, Kamis 30 Januari 2025 kemarin.

Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KONAWE  – Warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan semakin geram dan terdesak dalam memperjuangkan hak mereka atas dampak dari aktivitas alat berat milik perusahaan tambang PT Wijaya Inti Nusantara (WIN).

Protes mereka yang sudah berlangsung lama kian memuncak, karena perusahaan yang dipimpin oleh Frans Salim Kalalo sebagai Direktur, dinilai tidak menunjukkan empati terhadap dampak buruk yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan keselamatan warga.

Salah satu contoh nyata dampak dari aktivitas tambang ini terlihat di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 12 Laeya, yang terletak di dekat area penambangan. Suasana yang mirip dengan kondisi perang ini disebabkan oleh suara bising alat berat milik PT WIN yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar.

Tak hanya itu, keberadaan tambang yang terlalu dekat dengan sekolah tersebut juga meningkatkan potensi bahaya longsor yang dapat mengancam keselamatan guru dan siswa.

Ketegangan ini semakin memuncak pada Kamis (30/1/2025) kemarin, ketika puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Lingkungan dan Hak Asasi Manusia (APEL HAM) Torobulu menggelar aksi protes di depan kantor PT WIN. Mereka menuntut agar perusahaan tersebut segera menunjukkan dokumen kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang menjadi dasar kelayakan lingkungan dari aktivitas penambangannya.

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa PT WIN telah menggali ore nikel di area yang berdekatan langsung dengan SDN 12 Laeya, meskipun sebelumnya aktivitas tersebut telah menimbulkan kerusakan pada tanah di sekitar sekolah pada 2019 lalu. Akibat aktivitas tambang ini, tanah di belakang sekolah terus mengalami penurunan, yang semakin berisiko mengingat adanya aliran sungai yang dapat memperparah terjadinya longsor.

Lebih parah lagi, dampak negatif dari penambangan PT WIN tidak hanya berisiko terhadap keselamatan siswa dan guru, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup warga setempat. Aktivitas penambangan ini menyebabkan keruhnya air laut yang mengancam mata pencaharian warga yang bekerja sebagai nelayan.

Nurhidayah, seorang orang tua murid di SDN 12 Laeya, menegaskan bahwa kekhawatiran akan keselamatan anak-anaknya sangat besar.

“Sebagai orang tua, saya khawatir jika anak-anak kami bermain di sekitar lokasi galian, tanah bisa longsor kapan saja,” ujarnya. Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa udara yang tercemar semakin membuat warga kesulitan bernapas dengan lega.

Kecemasan yang melanda masyarakat Desa Torobulu pun memunculkan tuntutan tegas terhadap PT WIN untuk menunjukkan dokumen Amdal yang sah dan valid. Menurut Hermina, seorang warga, galian yang dilakukan PT WIN berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan keberlangsungan hidup nelayan.

“Kami harus tahu bagaimana Amdalnya, bukan hanya untuk Torobulu, tapi juga desa-desa lain yang terkena dampak. Masyarakat harus dilibatkan karena kami yang akan merasakan dampaknya,” tegasnya.

Tuntutan masyarakat ini mendapat dukungan penuh dari kuasa hukum warga Torobulu, Muhammad Ansar, yang menjelaskan bahwa menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, setiap individu berhak atas lingkungan yang sehat.

“Setiap izin yang dikeluarkan harus melibatkan partisipasi warga. Jika izinnya sah, maka warga juga harus tahu dan dilibatkan dalam setiap prosesnya,” kata Ansar.

Lebih lanjut, Ansar juga menekankan pentingnya akses informasi yang transparan kepada warga, seperti yang diatur dalam Pasal 67 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang memberikan hak kepada warga untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, partisipasi, dan keadilan.

Dengan tekanan yang terus meningkat, warga Desa Torobulu mendesak PT WIN untuk segera menghentikan semua aktivitas penambangan di sekitar SDN 12 Laeya dan pemukiman mereka.

Mereka juga menuntut perusahaan tersebut untuk menunjukkan dan mensosialisasikan dokumen Amdal terkait aktivitas penambangannya, serta menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga yang memperjuangkan kelestarian lingkungan.***

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share