


SUARASULTRA.COM | KENDARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan keseriusannya dalam memberantas tindak pidana korupsi di sektor pertambangan.
Pada Jumat 25 April 2025, penyidik Kejati Sultra resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan yang melibatkan PT Alam Mitra Indah Nugrah (AMIN).
Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, dalam konferensi persnya mengungkapkan identitas keempat tersangka.
“Hari ini kami tetapkan empat orang tersangka. Tersangka pertama adalah saudara MM selaku Direktur Utama PT AMIN, kemudian MLY selaku Kuasa Direktur PT AMIN, ES selaku Direktur PT PTB, dan terakhir SPI selaku Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka,” jelas Iwan Catur Karyawan.
Lebih lanjut, Iwan Catur Karyawan menegaskan bahwa penetapan tersangka ini didasarkan pada dugaan kuat tindak pidana korupsi di bidang pertambangan.
“Kami sebutkan tindak pidana korupsi di bidang pertambangan karena melibatkan penyelenggara negara atau pegawai negeri yang diduga telah menyalahgunakan kewenangan atau melakukan perbuatan melawan hukum,” tegasnya.
Kasus ini bermula ketika PT AMIN, pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan SK Bupati Kolaka Utara tahun 2014 dengan wilayah izin di Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara, mendapatkan kuota produksi dan penjualan nikel sebesar 500.232 MT dan 500.004 MT pada tahun 2023.
Sekitar bulan Juni 2023, ES diduga melakukan pertemuan dengan H (Direktur PT Kurnia Mining Resource/KMR) untuk membahas kerjasama penggunaan pelabuhan jetty milik PT KMR.
Tujuannya adalah untuk mengangkut bijih nikel yang kuat dugaan berasal dari wilayah IUP lain, yaitu PT PCM, dengan menggunakan dokumen-dokumen kepemilikan PT AMIN.
Praktik ini dilakukan untuk mengelabui seolah-olah bijih nikel tersebut berasal dari wilayah IUP PT AMIN.
Puncaknya, pada tanggal 17 Juni 2023, ditandatangani Perjanjian Jasa Pelabuhan antara H (Direktur PT Kurnia Mining Resource) dengan tersangka MLY terkait penggunaan pelabuhan jetty PT KMR untuk penjualan bijih nikel yang menggunakan dokumen palsu asal wilayah IUP PT AMIN.
Keterlibatan SPI selaku Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka juga menjadi sorotan. Pada tanggal 3 Juli 2023, SPI diketahui mengusulkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut agar PT AMIN dapat ditetapkan sebagai salah satu pengguna Terminal Umum PT KMR, meskipun usulan tersebut tidak disetujui.
Ironisnya, SPI diduga telah menerima sejumlah uang sebagai imbalan atas setiap pemberian persetujuan berlayar kepada tongkang-tongkang yang mengangkut bijih nikel ilegal dari wilayah IUP PT PCM dengan menggunakan dokumen fiktif milik PT AMIN.
“Akibat penjualan bijih nikel ilegal ini, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp100 miliar lebih. Nilai pasti kerugian negara saat ini masih dalam proses perhitungan oleh auditor keuangan negara,” ungkap Iwan Catur Karyawan.
Atas perbuatan mereka, keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 Jo Pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, Pasal 12 A Jo Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 56 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.***
Editor: Redaksi





