


SUARASULTRA.COM | KONAWE – Sengketa lahan di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, mencapai babak memilukan. Tiga warga yakni Sahrir, Restu, dan Basman dijatuhi vonis pidana penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Kamis (22/5/2025), dalam perkara pemalangan jalan hauling milik PT Bumi Nikel Nusantara (BNN).
Ketiganya dianggap bersalah karena memblokade jalan yang diklaim sebagai jalan kabupaten. Namun ironisnya, jalan tersebut justru berdiri di atas lahan yang diyakini milik warga, dan menjadi sumber sengketa selama bertahun-tahun.
Tangis dan Amarah Mengiringi Putusan
Majelis hakim menjatuhkan vonis berbeda untuk masing-masing terdakwa: Sahrir divonis 4 tahun, Restu 3 tahun, dan Basman 6 tahun penjara. Keputusan itu memicu kemarahan dan kesedihan keluarga terdakwa yang hadir di ruang sidang.
“Ternyata hukum bisa dibeli, tidak adil kalian!” teriak salah satu anggota keluarga, sambil menangis.
Tak hanya keluarga, terdakwa sendiri meluapkan kekecewaannya. “Kami bukan pembunuh! Kami hanya menuntut hak kami. Hukum di negeri ini sudah tidak adil, semua bisa dibeli!” kata Basman, menahan emosi.
Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan
Kuasa hukum para terdakwa, Nastum, S.H., menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani kliennya. Ia merujuk pada Surat Keputusan (SK) Bupati Konut Nomor 199 Tahun 2022 yang menetapkan ruas jalan kabupaten sepanjang 12,46 kilometer. Namun, SK tersebut tidak mencantumkan secara jelas batas dan lebar jalan.
Menurutnya, tanah yang dipersoalkan merupakan lahan milik kliennya yang sejak lama telah diakui secara sah, bahkan pernah menjadi bagian dari perjanjian dengan pihak PT Karya Murni Sejati (KMS27) pada 2013, terkait penggunaan jalan dengan bagi hasil 10 persen kepada pemilik lahan.
“Fakta ini bahkan diajukan dalam persidangan melalui akta perjanjian. Tapi hakim seolah buta, tidak mempertimbangkan bukti penting itu,” ujar Nastum kecewa.

Upaya Banding dan Dugaan Konspirasi
Tak tinggal diam, tim kuasa hukum menyatakan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Selain itu, mereka berencana melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial dan mengirimkan surat ke Komisi III DPR RI.
“Kami menduga ada permainan dalam kasus ini. Ada indikasi lobi-lobi ke aparat penegak hukum. Kami akan bongkar semuanya,” tegas Nastum.
Ia juga menegaskan bahwa putusan hakim cenderung berat sebelah, karena hanya mempertimbangkan dakwaan jaksa dan mengabaikan fakta-fakta penting di persidangan.
“Klien kami divonis berdasarkan dakwaan alternatif kedua. Padahal, lahan yang dipalang adalah milik mereka sendiri, dibuktikan dengan alas hak. Pemalangan itu pun tidak menimbulkan korban, dan kendaraan umum tetap bisa melintas—hanya kendaraan PT BNN yang ditolak,” ujarnya.

Lahan Sengketa, Hukum Dipertanyakan
Kasus ini menjadi potret buram penegakan hukum di wilayah tambang yang sarat konflik lahan. Jeritan keadilan dari Mandiodo menggema, menyuarakan kegelisahan masyarakat yang merasa dikalahkan oleh kekuatan modal.
Laporan: Redaksi





