


Diduga Lakukan Kekerasan terhadap Narapidana, Konsorsium HAM Sultra Desak Ditjenpas Copot Kalapas Kelas II Baubau
SUARASULTRA.COM | BAUBAU – Konsorsium Hak Asasi Manusia (HAM) Sulawesi Tenggara menyoroti dugaan penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas II Baubau terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Tindakan tersebut dinilai tidak hanya mencederai prinsip kemanusiaan, tetapi juga bertentangan dengan regulasi yang mengatur sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Konsorsium HAM Sultra yang terdiri dari beberapa lembaga di antaranya Garpem Sultra, Akar Sultra, dan LPHK berencana menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sultra serta di Kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) sebagai bentuk protes dan tuntutan keadilan.
Perwakilan Konsorsium HAM Sultra menegaskan bahwa kekerasan di dalam lembaga pemasyarakatan bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995.
Undang – undang tersebut menitikberatkan pada prinsip reintegrasi sosial, keadilan restoratif, serta pelayanan dan pembinaan yang humanis bagi para warga binaan.
“Lapas seharusnya menciptakan sistem pemasyarakatan yang efektif, humanis, dan menghormati hak-hak narapidana. Fungsi pemasyarakatan meliputi pembinaan dan pelayanan, bukan kekerasan, apalagi penganiayaan seperti yang diduga terjadi saat ini,” tegas Ketua Garpem Sultra.
Sementara itu, Eko Rama, Ketua Akar Sultra, menyatakan bahwa jika dugaan tersebut terbukti benar, maka tidak ada alasan bagi Ditjenpas untuk mempertahankan Kalapas Kelas II Baubau dalam jabatannya.
“Jika benar Kalapas Kelas II Baubau terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap warga binaan, maka kami menuntut agar Ditjenpas segera mencopotnya. Seorang pemimpin di lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi teladan, memberikan pembinaan dan edukasi, bukan malah menambah penderitaan para napi,” ujar Eko Rama.
Konsorsium HAM Sultra menekankan bahwa lembaga pemasyarakatan bukan tempat penyiksaan, melainkan tempat pembinaan untuk mengembalikan warga binaan menjadi pribadi yang lebih baik dan siap kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, segala bentuk kekerasan harus dihentikan dan diusut secara tuntas.
Publik kini menanti langkah tegas dari Ditjenpas dan Kemenkumham Sultra dalam menanggapi tuntutan ini. Jika tidak, kasus ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan reformasi pemasyarakatan di tanah air.
Editor: Sukardi Muhtar





