Tambang Nikel di Routa Konawe: Antara Janji Manis Investasi dan Ancaman Bencana

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

Tambang Nikel di Routa Konawe: Antara Janji Manis Investasi dan Ancaman Bencana

SUARASULTRA.COM | KONAWE – Dewan Pengurus Daerah Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (DPD-GMPK) Kabupaten Konawe meminta Pemerintah Daerah (Pemda) tidak menutup mata terhadap dugaan praktik penambangan yang dinilai merusak lingkungan secara masif di Kecamatan Routa.

Ketua DPD GMPK Konawe, Sumantri, S.Sos, menyuarakan keprihatinannya terhadap aktivitas tambang yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan, khususnya PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), yang diduga telah menyebabkan kerusakan hutan dalam skala besar.

“Pemda Konawe tidak boleh melunak hanya karena alasan mendukung investasi,” tegas Sumantri, Senin, 9 Juni 2025.

Sumantri  menegaskan bahwa investasi semestinya memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan mendorong percepatan pembangunan daerah. Namun, menurutnya, kontribusi investasi tambang di Routa terhadap masyarakat maupun daerah masih sangat dipertanyakan.

“Pertanyaannya sekarang, kontribusi apa yang telah diberikan kepada masyarakat dan daerah dengan adanya investasi di Routa?” kata Sumantri.

Ia menyebut, aktivitas pertambangan di Routa kini telah menjadi rahasia umum sebagai praktik yang diduga brutal. Perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), termasuk para kontraktor, ditengarai melakukan perambahan kawasan hutan dalam skala besar tanpa pengawasan hukum yang ketat.

“Dari citra satelit terlihat jelas adanya perusakan kawasan hutan secara signifikan,” ungkapnya.

Secara khusus, Sumantri menyoroti PT SCM yang disebut tengah melakukan produksi besar-besaran, namun kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Konawe belum terlihat signifikan.

Data menunjukkan bahwa pada 2024, PT SCM mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebesar 16.152.607 MT. Jumlah ini meningkat pada 2025 menjadi 19.356.149 MT dan diproyeksikan naik lagi menjadi 19.730.197 MT pada 2026.

“Dengan angka RKAB sebesar itu, seharusnya PAD Konawe juga meningkat signifikan,” bebernya.

Baca Juga:  Hari Bhakti Adhyaksa, Kejari Konawe "Dibanjiri" Karangan Bunga

Selain kontribusi PAD, ia juga menyinggung soal tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Sumantri, dengan produksi sebesar itu, mestinya dana CSR yang disalurkan kepada masyarakat juga besar. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan sebaliknya.

“Harus dibuka ke publik, berapa kontribusi PT SCM selama ini kepada Pemda Konawe. Jangan ada yang ditutupi,” tegasnya.

Investasi di sektor pertambangan, kata Sumantri, semestinya membawa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, bukan justru menciptakan bencana kemanusiaan dan kerusakan lingkungan.

“Lingkungan rusak, nyawa masyarakat terancam, dan kontribusinya nihil,” ucapnya dengan nada kecewa.

Ia menambahkan, aktivitas tambang di Routa saat ini justru memberikan dampak negatif seperti banjir lumpur yang mengancam keselamatan warga.

Sebagai catatan, perusahaan di Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan mereka guna melaksanakan kegiatan CSR. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Besar kecilnya dana CSR disesuaikan dengan kebijakan masing-masing perusahaan. Namun, secara umum, praktik di Indonesia menunjukkan kisaran antara 2% hingga 4% dari total keuntungan tahunan.

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share