13 Perusahaan Tambang Diduga Langgar Aturan, Pulau Labengki Terancam Rusak Akibat Tak Kantongi Izin Konservasi

  • Share
Ilustrasi Pertambangan. Foto: Istimewa

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

13 Perusahaan Tambang Diduga Langgar Aturan, Pulau Labengki Terancam Rusak Akibat Tak Kantongi Izin Konservasi

SUARASULTRA.COM | KONUT – Praktik pertambangan bermasalah kembali mencoreng wajah pengelolaan lingkungan di Sulawesi Tenggara (Sultra). Setelah persoalan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) fiktif, dokumen terbang, serta semrawutnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), kini muncul dugaan pelanggaran serius terhadap perlindungan kawasan konservasi laut.

Bertempat di Blok Morombo dan Boenaga-Boedingi, Kabupaten Konawe Utara (Konut), aktivitas pertambangan yang kian masif mengancam kawasan suci Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Labengki. Sebanyak 13 perusahaan tambang diduga kuat beroperasi tanpa mengantongi izin kerja sama dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, yang berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Padahal, jalur lintas tongkang milik perusahaan-perusahaan tersebut kerap melewati kawasan konservasi yang sangat vital bagi ekosistem laut dan pariwisata bahari Sultra. Hal ini memicu kekhawatiran akan dampak pencemaran laut dan kerusakan lingkungan yang bisa menghancurkan daya tarik wisata unggulan daerah.

Izin perlintasan kawasan konservasi sejatinya bukan hanya formalitas administratif. Di dalamnya tercantum kewajiban penting yang harus dipenuhi perusahaan, antara lain:

Melakukan pemberdayaan masyarakat lokal di lingkar tambang,

Melaksanakan pembersihan pantai di kawasan konservasi,

Melakukan transplantasi terumbu karang,

Melakukan pengawasan bersama dengan BKSDA.

Namun, dari puluhan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang aktif di dua blok tersebut, 13 perusahaan secara terang-terangan belum memiliki izin konservasi TWAL.

Fakta ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala BKSDA Sultra, Sukrianto Djawie, saat diwawancarai media pada Rabu (23/07/2025).

“Seharusnya ada perjanjian kerja sama. Mekanismenya itu jelas: jika perusahaan melintasi kawasan konservasi, wajib ada izin perlintasan melalui perjanjian kerja sama,” tegas Sukrianto.

Baca Juga:  Polres Konawe Gelar Bakti Kesehatan, 574 Orang Dapat Pelayanan Gratis

Ia juga mengingatkan bahwa pelanggaran tersebut tidak bisa dibiarkan. Jika perusahaan tetap abai, pihaknya akan melibatkan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum LHK) untuk mengambil tindakan tegas.

“Saya tegaskan lagi, tidak boleh ada yang melintas tanpa izin. Selama ini kami masih bersikap persuasif, tapi jika tidak direspons, kami akan bersurat ke Ditjen Gakkum untuk koordinasi penegakan hukum,” ujarnya.

Sayangnya, pendekatan persuasif tersebut belum membuahkan hasil. Surat peringatan yang telah dilayangkan kepada 13 perusahaan tambang tersebut sejauh ini tidak digubris.

“Kami sudah surati mereka, tapi tidak ada satu pun yang merespons,” pungkas Sukrianto dengan nada kecewa.

Situasi ini menambah daftar panjang persoalan pertambangan di Sulawesi Tenggara yang belum kunjung menemukan titik terang, sekaligus menjadi ancaman nyata bagi kelestarian Pulau Labengki, salah satu ikon pariwisata bahari yang mendunia.

Laporan: Rahmat
Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share