PT Akar Mas Internasional Diterpa Dugaan Jual Ore Pakai Dokumen Terbang, Polemik Saham hingga Manajemen Amburadul

  • Share
Ketgam : Ketua Konspirasi Sultra, Iman Pagala, beserta dokumentasi tongkang BG. ELLEN yang digunakan memuat ore melalui Jetty PT Putra Mekongga Sejahtera (PMS).

Make Image responsive
Make Image responsive

PT Akar Mas Internasional Diterpa Dugaan Jual Ore Pakai Dokumen Terbang, Polemik Saham hingga Manajemen Amburadul

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Dugaan praktik penjualan bijih nikel menggunakan dokumen terbang kembali mencuat. Kali ini, perusahaan tambang PT Akar Mas Internasional (AMI) yang beroperasi di Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, menjadi sorotan.

Perusahaan yang merupakan pemegang IUP nikel ini diduga tetap melakukan transaksi meski belum mengantongi persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT AMI disebut beberapa kali melakukan penjualan bijih nikel sepanjang 2024 hingga awal 2025. Puncaknya, pada 19 Januari 2025, perusahaan itu kembali dikaitkan dengan dugaan penggunaan dokumen terbang dalam aktivitas pengiriman ore.

Ketua Konsorsium Pemerhati Pertambangan dan Investasi Sulawesi Tenggara (Konspirasi Sultra), Iman Pagala, mengungkapkan temuannya. Ia menduga, ore dari IUP PT AMI telah dimuat ke tongkang BG. ELLEN melalui jetty milik PT Putra Mekongga Sejahtera (PMS) untuk kemudian dikirim ke salah satu smelter nikel. Ore tersebut bahkan disebut-sebut milik seseorang berinisial HB.

“Jika dugaan kami terbukti, maka Direktur Utama PT Akar Mas Internasional beserta pihak-pihak yang terlibat dapat dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta KUHP,” tegas Iman Pagala.

Ia menambahkan, pihaknya tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, mereka berencana menggelar aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Agung RI sekaligus menyerahkan sejumlah data yang dimiliki.

Polemik Saham PT AMI

Selain dugaan penjualan ilegal, PT AMI juga pernah diterpa polemik internal terkait kepemilikan saham. Direktur Utama PT AMI, Harun Basnapal, pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh ahli waris almarhumah Martini Basnapal, yang merupakan Komisaris Utama sekaligus salah satu pendiri perusahaan.

Baca Juga:  Kemenpora dan Gema Desantara Latih Pemuda Buton Selatan Wujudkan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal

Laporan itu berkaitan dengan dugaan pemalsuan dokumen akta perusahaan yang diduga dilakukan oleh Harun Basnapal bersama Rio Basnapal.

Kuasa hukum ahli waris Martini Basnapal dan Sitti Pambahako, Burmawi Kohar, menegaskan perkara tersebut sudah masuk tahap penyelidikan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

“Pemalsuan dokumen PT AMI yang diduga dilakukan HB dan RB saat ini sudah ditangani Bareskrim. Proses penyelidikan tengah berjalan,” jelas Burmawi, Jumat (26/7/2024).

Berdasarkan Akta Notaris Nomor 58 tahun 2008 yang dibuat oleh Notaris M Asman Amanullah, SH, struktur awal kepemilikan saham PT AMI adalah Martini Basnapal (10%) sebagai Komisaris Utama, Sitti Pambahako (10%) sebagai Komisaris, Harun Basnapal (70%) sebagai Direktur Utama, dan Rio Basnapal (10%) sebagai Direktur.

Namun, setelah Martini wafat pada 13 Februari 2014, ahli warisnya menemukan adanya akta rapat perusahaan Nomor 213 tertanggal 24 September 2014 yang diduga menghapus kepemilikan saham Martini (10%) dan Sitti Pambahako (10%) tanpa persetujuan mereka.

“Ini jelas merugikan ahli waris Martini dan Sitti Pambahako. Ada dugaan kuat perampasan hak melalui pemalsuan dokumen,” ungkap Burmawi.

KTT Mengundurkan Diri

Masalah internal PT AMI juga makin terang ketika Kepala Teknik Tambang (KTT), Zulfahmi, mengundurkan diri pada 14 Mei 2024.

Alasan pengunduran diri itu disebut karena kekecewaan terhadap lemahnya pengawasan dan ketidakjelasan tanggung jawab manajemen PT AMI. Ia menilai, perusahaan kerap mengabaikan aturan pertambangan, termasuk dua tahun berturut-turut tidak mengantongi RKAB (2023–2024).

Selain itu, Zulfahmi juga menyoroti perlakuan manajemen terhadap karyawan. Gaji karyawan disebut hanya dibayarkan 50 persen dari gaji pokok, tanpa alasan jelas dari Direktur PT AMI, Richi Cahaya Basnapal. Bahkan, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2024 juga tidak sesuai ketentuan pemerintah karena diberikan tidak penuh.

Baca Juga:  Tiga Layanan Dasar Menjadi Program Prioritas RD-FPK

Hingga berita ini diterbitkan, manajemen PT AMI belum memberikan klarifikasi atas berbagai persoalan yang ditudingkan kepada perusahaan.

Laporan : Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share