Pemerintah Abai pada Jurnalistik, Komunikasi dengan Rakyat di Ujung Tanduk

  • Share
Rudianto, CEO Media Letternews sekaligus Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi JMSI Bali

Make Image responsive
Make Image responsive

Pemerintah Abai pada Jurnalistik, Komunikasi dengan Rakyat di Ujung Tanduk

SUARASULTRA.COM | DENPASAR – Di era keterbukaan informasi publik, karya jurnalistik seharusnya menjadi jembatan penting antara pemerintah dan masyarakat. Namun, fenomena yang terjadi belakangan justru menunjukkan hal sebaliknya. Pemerintah daerah dinilai semakin abai terhadap peran jurnalistik sebagai pilar demokrasi.

Menurut Rudianto, CEO Media Letternews sekaligus Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi JMSI Bali, ketidakpedulian itu tampak dari minimnya publikasi tentang pembangunan, sikap enggan pejabat memberikan keterangan resmi, hingga kecenderungan mengabaikan pemberitaan kritis.

“Alih-alih menjadikan kritik media sebagai bahan evaluasi, tak jarang pemerintah daerah justru bersikap defensif, bahkan menganggap karya jurnalistik sebagai ‘gangguan’,” ujar Rudianto.

Rudianto menambahkan, kondisi ini semakin diperparah dengan kecenderungan pemerintah hanya mempublikasikan hal-hal yang dianggap positif, sementara janji-janji pembangunan yang tidak terealisasi kerap ditutup-tutupi. Situasi inilah yang kemudian memicu kekecewaan masyarakat, hingga berujung pada aksi demonstrasi.

Jurnalistik, Pengawal Demokrasi

Rudianto menegaskan, tanpa dukungan media, capaian pemerintah kerap tidak sampai kepada masyarakat. Padahal publik berhak tahu apa yang telah dilakukan pemerintah, bagaimana transparansi anggaran dijalankan, serta apa dampak kebijakan terhadap kehidupan sehari-hari.

“Jurnalistik berfungsi mengawal demokrasi. Mengabaikannya sama saja dengan memutus komunikasi dengan rakyat. Lebih berbahaya lagi, hal itu membuka ruang gelap bagi praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, hingga kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat,” jelasnya.

Karena itu, Rudianto menilai, pemerintah seharusnya tidak alergi terhadap karya jurnalistik. Media harus dipandang sebagai mitra strategis pembangunan, bukan lawan. Kritik yang disampaikan pers mestinya menjadi cermin untuk perbaikan, bukan dianggap ancaman.

“Jika kondisi ini terus dibiarkan, pembangunan hanya akan menjadi slogan kosong tanpa ruh kejujuran. Sementara masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, utuh, dan berimbang, bukan sekadar narasi indah dalam laporan tahunan,” pungkasnya.

Baca Juga:  Polres Konawe Berduka, Salah Satu Perwira Meninggal Dunia

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share