
Suami Ainun Indarsih Ungkap Dugaan “Makelar Kasus” Oknum Hakim PN Unaaha dalam Sengketa Lahan PT OSS
SUARASULTRA.COM | KENDARI – Di tengah ketidakpastian hukum yang dialami Ainun Indarsih dalam melawan dua perusahaan pemurnian biji nikel berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), terendus dugaan praktik “main mata” oknum majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Unaaha.
Ainun Indarsih diketahui menggugat PT VDNI–PT OSS atas penguasaan lahan seluas 200×400 meter persegi di Desa Polara, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Sengketa lahan ini sebelumnya telah dimenangkan Ainun berdasarkan enam putusan pengadilan yang secara tegas menyatakan dirinya sebagai pemilik sah.
Sementara PT OSS hanya berlandaskan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diperoleh secara ilegal. Bahkan, SHGB atas objek sengketa tersebut pernah ditolak dalam sidang Peninjauan Kembali (PK).
Atas dasar putusan tersebut, Ainun mengajukan permohonan eksekusi lahan. Proses peninjauan lokasi (konstatering) sempat dilakukan, namun eksekusi tiba-tiba mandek setelah PN Unaaha menerima gugatan perlawanan eksekusi dari PT OSS.
“Padahal, putusan serta merta itu harusnya tetap dijalankan meski ada perlawanan. Sikap PN Unaaha ini jelas kontradiktif,” tegas suami Ainun, Erytnanda Akbar, dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).
Indikasi Pertemuan Gelap
Akbar mengaku menerima pesan dari seseorang berinisial GA yang menyebutkan adanya utusan Ketua Majelis Hakim berinisial RDZ yang ingin menemuinya. Tak lama, seorang kenalan lain berinisial PHB juga menyampaikan hal serupa dan mengajaknya bertemu dengan pihak PN Unaaha.
Meski awalnya menolak karena faktor keamanan, Akbar akhirnya mengiyakan setelah diyakinkan. Dalam pertemuan perdana di salah satu warkop di Kendari, ternyata ia berhadapan langsung dengan seorang hakim berinisial YAP yang menangani perkara perlawanan eksekusi PT OSS.

Dalam pertemuan itu, Hakim YAP menyampaikan bahwa dirinya diminta petinggi perusahaan untuk mendamaikan perkara. Namun, syaratnya Ainun Indarsih harus menurunkan harga lahan. Dari Rp90 miliar yang pernah dibahas dalam mediasi pengadilan, harga diturunkan menjadi Rp28 miliar. Selain itu, Hakim YAP meminta fee Rp2 miliar untuk dirinya, tim, dan pejabat PN Unaaha.
“Dia menawarkan mempertemukan saya langsung dengan perwakilan perusahaan. Bahkan, total nilai yang ditawarkan ke perusahaan dibuat Rp30 miliar, termasuk fee untuk mereka,” ungkap Akbar.
Pertemuan berlanjut hingga empat kali dengan skenario yang semakin janggal. Dalam pertemuan terakhir, Hakim YAP bahkan terang-terangan menyebut majelis hakim dan perusahaan sudah sepakat memenangkan PT OSS dengan alasan SHGB. Ketua PN disebut tetap akan membatalkan eksekusi, terlepas dari siapa yang dimenangkan.
“Dia bahkan membujuk saya agar tidak mengajukan banding bila nanti kalah. YAP juga mengklaim sudah mendapat restu dari pejabat di Pengadilan Tinggi Sultra hingga Mahkamah Agung,” tambah Akbar.
Dilaporkan ke Komisi Yudisial
Kuasa hukum Ainun Indarsih, Andri Darmawan, menegaskan pihaknya telah melaporkan Ketua PN Unaaha, Ketua Majelis Hakim, serta dua anggota majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) RI.
“Ada pertemuan nonprosedural yang diinisiasi hakim sendiri untuk memediasi perkara. Ini jelas melanggar aturan, karena mediasi hanya boleh dilakukan di ruang pengadilan, bukan secara personal,” tegas Andri.
Menurut Andri, semua bukti berupa rekaman suara, percakapan, hingga rekaman CCTV telah diserahkan ke KY. Informasi yang diterimanya, keempat terlapor bahkan sudah diperiksa langsung oleh Komisioner KY RI di Pengadilan Tinggi Sultra pekan lalu.
Hingga berita ini diturunkan, oknum Hakim YAP yang coba dihubungi awak media tidak merespons pesan maupun panggilan telepon.***
Editor: Sukardi Muhtar