
PLTU PT OSS Diduga Abaikan Putusan PN Unaaha, Limbah Masih Cemari Sungai Motui
SUARASULTRA.COM | KONAWE – Polemik pencemaran lingkungan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menjadi sorotan.
Perusahaan asal Tiongkok itu diduga mengabaikan putusan Pengadilan Negeri (PN) Unaaha yang sebelumnya menyatakan OSS terbukti melakukan pencemaran lingkungan hidup.
Isu tersebut mencuat setelah akun Instagram @morosi_melawan, Senin (29/9/2025), mengunggah video aktivitas pembuangan limbah cair PT OSS ke Sungai Motui. Dalam narasi unggahan itu, perusahaan dituding tidak mengindahkan putusan pengadilan.
“Meskipun negara secara sah mengakui perusahaan asal China tersebut terbukti melawan hukum dan melakukan pencemaran lingkungan hidup, perusahaan masih saja abai terhadap putusan PN Unaaha,” tulis akun tersebut.
Lebih jauh, akun itu menuding PT OSS tidak hanya abai terhadap kewajiban pemulihan lingkungan, tetapi juga semakin “brutal” merampas ruang hidup masyarakat. Limbah cair beracun yang mengalir ke Sungai Motui disebut terus mengancam sumber penghidupan nelayan dan petani tambak di wilayah Konawe dan Konawe Utara.
Sebelumnya, PN Unaaha melalui putusan nomor 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh tertanggal 31 Juli 2025, mengabulkan sebagian gugatan masyarakat terdampak PLTU Captive OSS di Morosi. Gugatan ini difasilitasi oleh WALHI Sultra bersama LBH Kendari.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan PT OSS terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan memerintahkan perusahaan untuk melakukan pemulihan lingkungan. Di antaranya, menghilangkan bau busuk, memperbaiki instalasi pengolahan limbah cair, hingga memusnahkan sumber pencemaran.
Selain itu, perusahaan juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp436 juta. Sementara pemerintah diminta memperketat pengawasan secara transparan serta menyampaikan informasi terbuka kepada publik.
Direktur WALHI Sultra, Andi Rahman, menyebut putusan itu sebagai tonggak penting perjuangan rakyat.
“Ini kemenangan rakyat atas ketidakadilan ekologis yang selama ini mereka hadapi. Negara kini secara resmi mengakui bahwa pelanggaran telah terjadi. Tapi, putusan ini tidak boleh berhenti di atas kertas,” tegasnya.
Ia juga mendesak pemerintah segera menegakkan putusan pengadilan.
“Negara harus hadir bukan hanya lewat pengakuan, tapi juga dengan langkah konkret yang menjamin keadilan ekologis,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur LBH Kendari, Sadam Husain, menegaskan bahwa gugatan masyarakat adalah bagian dari perjuangan panjang.
“Putusan ini baru langkah awal yang harus kita kawal bersama. Kami akan terus membersamai masyarakat memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” kata Sadam.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT OSS belum memberikan keterangan resmi. Konfirmasi yang dikirimkan kepada Humas PT OSS, Bahar, pada Selasa (30/9/2025) juga belum mendapat balasan.
Laporan: Redaksi