

Fakta Baru Terungkap di Sidang Kasus Tambang Ilegal Kolut, Nama Sejumlah Tokoh Lokal Disebut
SUARASULTRA.COM | KENDARI – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait aktivitas pertambangan nikel ilegal di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Senin (3/11/2025).
Agenda persidangan kali ini menghadirkan empat orang saksi yang diminta keterangannya terkait aktivitas penambangan di kawasan eks Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Pandu Citra Mulia (PCM).
Empat saksi tersebut yakni Amiruddin, pemilik Jetty Mandes; istri Amiruddin; H. Binu, penambang; serta Ahyar, Humas PT Kurnia Mining Resource (KMR).
Sidang yang dipimpin majelis hakim berlangsung maraton sejak pukul 15.00 hingga 21.00 Wita. Dalam persidangan tersebut, sejumlah fakta baru mencuat ke permukaan, termasuk munculnya beberapa nama tokoh lokal yang diduga turut terlibat dalam aktivitas tambang ilegal di kawasan eks IUP PT PCM.
Dalam keterangannya, saksi Amiruddin mengaku hanya sebagai pemilik lahan di kawasan Jetty Mandes, Desa Latou, Kecamatan Batu Putih. Lahan tersebut, kata dia, digunakan oleh terdakwa Dewi untuk menampung hasil tambang dari eks IUP PT PCM.
“Saya hanya pemilik lahan dan menerima royalti 1,5 dolar per metrik ton. Yang pakai jetty saya itu, Ibu Dewi. Selain itu saya tidak tahu,” ujar Amiruddin di hadapan majelis hakim.
Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh terdakwa Dewi, yang menegaskan bahwa bukan hanya dirinya yang beroperasi di wilayah tersebut. Ia bahkan menyebut sederet nama lain yang diduga ikut menambang tanpa izin, di antaranya mantan calon Wakil Bupati Kolut Timber, Ketua Kadin Kolut Gafur, H. Binu, Ko Andi, H. Igo, Erwin, dan Yomi.
“Bukan saya saja, banyak yang menambang di sana,” ujar Dewi di persidangan.
Selain itu, sidang juga menyingkap peran penting terdakwa Erik Sunaryo, yang disebut sebagai pengendali utama aktivitas tambang ilegal di eks IUP PT PCM. Erik diduga mengoordinasikan para penambang dan menjadi penghubung antara penambang serta pembeli ore nikel.
Dengan posisi strategisnya, Erik disebut turut menerima royalti dari hasil penambangan tersebut.
Sementara itu, saksi Ahyar mengungkap adanya pembayaran royalti sebesar Rp850 juta untuk penggunaan jetty PT KMR, yang menurutnya berasal dari perintah terdakwa Heru.
Namun, Heru membantah keras kesaksian tersebut. Ia menegaskan tidak pernah melakukan transaksi apa pun sebagaimana disebutkan oleh Ahyar.
“Tidak ada transaksi uang di malam itu seperti yang disampaikan saksi Ahyar,” tegas Heru.
Setelah mendengarkan seluruh keterangan saksi, majelis hakim menutup persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tambang nikel Kolut pada Rabu, 5 November 2025 mendatang.
Laporan: Redaksi

















