

FCSR Konawe Dukung Percepatan Raperda TJSLP, Tekankan Tiga Pilar HAM dalam Regulasi CSR
SUARASULTRA.COM | KONAWE – Forum CSR Kabupaten Konawe menyatakan dukungan atas dorongan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulawesi Tenggara yang meminta percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP).
Namun, FCSR menekankan bahwa regulasi CSR tidak boleh berhenti pada aspek administratif, tetapi harus menjadikan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai fondasi utama.
Ketua Forum CSR Konawe, Jumran, S.IP, menegaskan bahwa Perda CSR akan lebih kuat dan berkeadilan apabila disusun berdasarkan tiga pilar HAM sebagaimana standar global dalam tata kelola korporasi modern.
“CSR harus menjadi instrumen keadilan sosial, bukan sekadar urusan administrasi laporan. Jika regulasi tidak mewajibkan penghormatan terhadap hak masyarakat, maka aspek HAM bisa terabaikan,” ujarnya.
Pemda Konawe Pilih Perbup CSR Berbasis HAM
Jumran juga menjelaskan alasan Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe lebih memilih menyusun Peraturan Bupati (Perbup) CSR Berbasis HAM daripada mendorong Perda di tingkat kabupaten. Menurutnya, Perbup lebih efisien, cepat diterapkan, dan tidak membebani anggaran daerah.
Dalam rapat pembahasan Perbup pada 31 Juli 2025, Dinas Sosial Konawe melibatkan PoskoHAM, PUSBAKUM, pelaku usaha, serta NGO untuk merumuskan regulasi inklusif yang dapat segera dijalankan tanpa menunggu proses legislasi panjang.
“Perbup bisa dibahas lintas OPD dan multipihak, sehingga tidak memerlukan biaya besar seperti penyusunan Perda. Ini penting agar regulasi dasar CSR segera berjalan,” jelas Jumran.
Ia menyebutkan bahwa penyusunan Perda membutuhkan anggaran besar, mulai dari penyusunan naskah akademik, konsultasi kementerian, harmonisasi, uji publik, hingga pembahasan di DPRD.
Tiga Pilar HAM Wajib Diadopsi dalam Raperda TJSLP
FCSR Konawe menekankan bahwa regulasi CSR yang ideal harus memuat tiga pilar HAM, yaitu:
Kewajiban Negara (Duty to Protect) – Pemerintah daerah wajib memastikan seluruh program CSR menghormati hak-hak masyarakat.
Tanggung Jawab Korporasi (Responsibility to Respect) – Perusahaan harus melakukan human rights due diligence.
Akses Pemulihan (Access to Remedy) – Masyarakat harus memiliki akses terhadap mekanisme pengaduan dan pemulihan hak.
Menurut Jumran, ketiga pilar ini dapat diintegrasikan dalam Raperda TJSLP yang tengah didorong percepatannya oleh Kadin Sultra.
“Raperda perlu mencantumkan due diligence HAM, sistem pengaduan, pemulihan hak masyarakat, dan laporan CSR berbasis indikator HAM. Dengan begitu, regulasi akan lebih kuat dan bermanfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Perkuat Legitimasi Perusahaan dan Stabilitas Sosial
Jumran menambahkan bahwa kepatuhan HAM dapat meningkatkan legitimasi perusahaan dan membangun stabilitas sosial jangka panjang, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha.
Ia menilai dorongan percepatan Raperda TJSLP oleh Kadin Sultra merupakan momentum strategis untuk memperbaiki tata kelola CSR berbasis HAM, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Dengan menyinergikan regulasi formal yang didorong Kadin Sultra dan kerangka HAM yang diusulkan Forum CSR Konawe, pemerintah dapat membangun CSR yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada masyarakat,” tutupnya.
Sementara itu, gagasan Perbup CSR Berbasis HAM di Konawe menunjukkan komitmen Pemda terhadap efisiensi anggaran sekaligus penguatan keadilan sosial, bukan sekadar menjalankan program CSR yang bersifat seremonial. (*)
Editor: Sukardi Muhtar

















