FKPK Soroti Dugaan Penyimpangan Proyek Reklamasi Sorue Jaya: Peruntukan Berubah, Legalitas Lahan Dipertanyakan

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive

FKPK Soroti Dugaan Penyimpangan Proyek Reklamasi Sorue Jaya: Peruntukan Berubah, Legalitas Lahan Dipertanyakan

SUARASULTRA.COM | KONAWE – Forum Komunikasi Pemberantasan Korupsi (FKPK) melakukan investigasi awal terkait dugaan penyimpangan dalam proyek reklamasi laut di Desa Sorue Jaya, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe.

Proyek yang pada dokumen perencanaan awal disebut sebagai kawasan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu kini berubah menjadi kawasan “Kampung Nelayan Modern Merah Putih”. Pergeseran peruntukan tersebut dinilai tidak pernah disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat.

Ketua Tim Investigasi FKPK, Wiwin Saputra, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sejumlah indikasi pelanggaran baik dari aspek teknis, administratif, maupun tata kelola. Temuan awal tersebut mencakup dugaan penggunaan material reklamasi yang tidak memenuhi standar, penguasaan sebagian lahan oleh pihak perseorangan, hingga terbitnya sertifikat di atas lahan reklamasi yang belum memiliki kejelasan legalitas.

Perubahan Peruntukan Tanpa Sosialisasi

FKPK menilai tidak ada penjelasan publik terkait perubahan konsep proyek dari perumahan MBR menjadi kawasan “Kampung Nelayan Modern”. Minimnya sosialisasi dikhawatirkan menimbulkan pertanyaan mengenai arah kebijakan dan manfaat proyek bagi warga setempat.

Material Reklamasi Diduga Tidak Standar

Tim investigasi menemukan indikasi bahwa material timbunan yang digunakan tidak memenuhi standar teknis, termasuk persyaratan AMDAL. Hal ini berpotensi memicu masalah stabilitas konstruksi dan kerusakan lingkungan di kawasan pesisir.

Penguasaan Lahan oleh Pihak Perseorangan

Sejumlah bidang di area reklamasi diduga telah dikuasai perseorangan bahkan disebut-sebut telah diterbitkan sertifikatnya. FKPK menilai hal ini bermasalah karena status hukum reklamasi serta dasar penerbitan sertifikat itu sendiri belum jelas.

Dampak Sosial Mulai Terasa

Akses masyarakat pesisir ke ruang publik kabarnya mulai terhambat. FKPK mengingatkan bahwa kondisi ini berpotensi memicu konflik sosial karena wilayah tangkap ikan dan ruang hidup warga terganggu oleh aktivitas dan perubahan fungsi lahan reklamasi.

Baca Juga:  Anton Timbang Sukses Tunjukkan Indahnya Toleransi Beragama di Sultra

Lemahnya Tata Kelola Pemerintahan

FKPK menilai koordinasi antar-instansi, khususnya pemerintah daerah, BPN, dan pihak pelaksana proyek, berjalan lemah. Transparansi dokumen perencanaan, izin-izin, hingga kontrak pelaksanaan dinilai minim dan sulit diakses publik.

Pernyataan Resmi FKPK

Ini bukan sekadar persoalan reklamasi. Ini menyangkut pengelolaan aset publik dan hak masyarakat. FKPK menuntut keterbukaan dokumen, audit teknis, hingga penelusuran legalitas penerbitan sertifikat. Jika ditemukan pelanggaran, kami akan mendorong tindakan administratif maupun pidana,” tegas Wiwin Saputra.

Tuntutan FKPK untuk Penegakan Akuntabilitas

FKPK secara resmi meminta pemerintah daerah dan pihak terkait untuk:

Melakukan audit teknis terhadap material dan konstruksi reklamasi.

Melakukan audit administratif atas penerbitan sertifikat dan status hukum tanah reklamasi.

Membuka akses publik terhadap seluruh dokumen perencanaan, izin, AMDAL/UKL-UPL, dan kontrak proyek.

Menyelenggarakan mediasi publik agar masyarakat terdampak memperoleh kepastian dan ruang dialog resmi.

FKPK menyatakan akan melanjutkan investigasi dengan meminta klarifikasi dari pemerintah daerah, BPN, dan pelaksana proyek. Laporan lengkap hasil investigasi tahap pertama akan dipublikasikan setelah seluruh bukti dan dokumen pendukung terkumpul.***

Editor: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!