Massa Desak Kejati Tetapkan Komisaris PT LAM Lili Salim sebagai Tersangka Kasus Korupsi Tambang Mandiodo

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive

Massa Desak Kejati Tetapkan Komisaris PT LAM Lili Salim sebagai Tersangka Kasus Korupsi Tambang Mandiodo

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara pada Senin (24/11/2025) berakhir ricuh. Para pengunjuk rasa mendesak Kejati segera menetapkan Komisaris PT Lawu Agung Mining (LAM), Tan Lie Pin alias Lili Salim (TL), sebagai tersangka dalam kasus megakorupsi pertambangan Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara.

Nama Lili Salim berulang kali disebut dalam berbagai persidangan yang terkait dengan skandal pertambangan tersebut. Namun hingga kini, Kejati belum juga menetapkan status hukum terhadapnya.
Padahal kerugian negara akibat praktik penambangan ilegal di Blok Mandiodo mencapai Rp 5,7 triliun menjadikannya salah satu kasus pertambangan terbesar dan paling merugikan dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.

Koordinator aksi, Muhamad Ikbal, menilai Kejati bergerak lamban dan terkesan menutup-nutupi potensi keterlibatan pihak-pihak tertentu di balik operasi ilegal tersebut.

“Dalam kesaksian persidangan terungkap bahwa rekening dibuka atas perintah TL untuk menampung uang hasil penjualan nikel ilegal. Ini sudah masuk kategori TPPU dan tindak pidana pertambangan ilegal,” tegas Ikbal.

Menanggapi tuntutan massa, Kepala Seksi Intel Kejati Sultra, Ruslan, menegaskan bahwa penyidikan masih terus berjalan.

“TL sudah diperiksa. Tergantung hasil tim, yang jelas kasus ini masih berproses,” ujarnya.

Namun pernyataan tersebut tidak meredakan kekecewaan publik, mengingat sejumlah pejabat PT LAM telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, sementara nama Lili Salim tetap “dingin” meski disebut berkali-kali dalam fakta persidangan.

Jejak Mangkir dan Aliran Dana Puluhan Miliar

Dalam sidang perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat pemilik PT LAM, Windu Aji Sutanto, terungkap adanya aliran dana sebesar Rp 135,8 miliar hasil penjualan nikel ilegal yang disamarkan melalui rekening dua office boy. Transaksi tersebut dilakukan atas perintah langsung Komisaris PT LAM, Tan Lie Pin.

Baca Juga:  Pemda Konut Apresiasi Kinerja Jajaran Polres Konawe

Jaksa Penuntut Umum, R. Alif Ardi Darmawan, mengungkap bahwa penggunaan rekening tenaga OB merupakan cara untuk menyamarkan hasil penjualan bijih nikel yang diambil dari WIUP milik PT Antam Tbk.

Dalam persidangan, terungkap pula bahwa Windu Aji menggunakan sebagian uang korupsi tersebut untuk membeli mobil-mobil mewah, antara lain Toyota Land Cruiser, Mercedes-Benz Maybach, dan Toyota Alphard.

Ironisnya, meski berkali-kali dipanggil sebagai saksi, Lili Salim tercatat tiga kali mangkir, termasuk dalam sidang pada 11 Juni 2025. Majelis hakim bahkan telah memerintahkan Jaksa menghadirkan yang bersangkutan secara paksa pada 28 April 2025, namun perintah itu tak pernah dieksekusi.

Praktisi hukum dari LBH Perjuangan Nasional Indonesia, Hardius Karo Karo, menilai ada kejanggalan besar dalam proses penanganan perkara ini.

“Tidak mungkin jaksa tidak mengetahui keberadaan TL. Mengapa tidak dieksekusi? Ada permainan yang harus dibongkar,” tegasnya.

Akar Kasus: Penguasaan Tambang Antam oleh PT LAM

Kasus megakorupsi ini bermula dari penambangan bijih nikel di Blok Mandiodo yang menjadi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk. Namun dalam praktiknya, PT LAM dan jejaringnya menguasai area tersebut serta menjual bijih nikel menggunakan dokumen perusahaan lain, seolah-olah berasal dari WIUP legal.

Pada tingkat kasasi, dua aktor utama telah divonis bersalah. Windu Aji dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, sedangkan Glenn Ario dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!