

Media Sustainability Forum 2025: Menata Ulang Keadilan Ekonomi Media di Era Dominasi Platform Digital
SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Komite Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (KTP2JB), berkolaborasi dengan sejumlah lembaga dan kementerian, menggelar Seminar Nasional bertema “Upaya Berkelanjutan untuk Keberlanjutan Media” di Antara Heritage Center, Kamis (4/12/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Media Sustainability Forum (MSF) 2025 yang berfokus pada penguatan ekosistem media di tengah disrupsi platform digital.
Tantangan Keadilan Ekonomi Media
Anggota Bidang Kerja Sama KTP2JB, Guntur Syahputra Saragih, menyoroti persoalan mendasar dalam relasi antara perusahaan platform digital dan perusahaan media. Menurutnya, rezim UU Hak Cipta saat ini belum mencakup perlindungan karya jurnalistik, sehingga menyulitkan media untuk membangun kerja sama yang berlandaskan lisensi berbayar.
“Tidak ada ketentuan copyright yang jelas sehingga lisensi berbayar sulit dilakukan,” ujar Guntur.
KTP2JB, kata Guntur, berupaya mendorong kerja sama formal antara industri media dan platform global dengan menawarkan skema yang menguntungkan kedua pihak. Melalui Perpres No. 32 Tahun 2024, model kerja sama yang diatur bersifat wajib, namun belum memiliki sanksi tegas.
“Kami menjalankan fungsi pengawasan, tetapi tanpa sanksi. Apakah sanksi moral cukup efektif? Itu yang masih menjadi tantangan,” ujarnya.
Dewan Pers: Ketahanan Pers Tergerus Dominasi Platform
Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar-Lembaga, dan Infrastruktur Dewan Pers, Rosarita Niken Widiastuti, menegaskan bahwa industri media menghadapi tekanan berat akibat disrupsi teknologi, turunnya pendapatan iklan konvensional, dan ketergantungan pada algoritma platform digital.
Situasi tersebut melatarbelakangi lahirnya Perpres No. 32 Tahun 2024 yang memuat tiga substansi utama:
Keadilan dalam pembagian nilai ekonomi dan pemanfaatan data.
Jurnalisme berkualitas, terkait prioritas algoritma terhadap konten yang etis.
Transparansi, terutama perubahan algoritma yang memengaruhi distribusi berita.
Niken mengusulkan tiga bentuk kolaborasi:
Negosiasi lisensi konten berbayar, pelatihan, dan transparansi data pembaca.
Kerja sama antarmedia berupa sindikasi konten investigasi, berbagi infrastruktur teknologi, dan jaringan iklan bersama.
Industri Media: Pilar Kesetaraan Publisher–Platform
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Visi Media Asia Tbk, Neil Tobing, menawarkan empat pilar penting untuk menciptakan kesetaraan antara publisher dan platform digital:
Menentukan nilai ekonomi karya jurnalistik.
Penyusunan aturan teknis Perpres No. 32/2024 sebagai landasan ekosistem digital yang adil.
Menjaga kredibilitas ekosistem dengan standar kompetensi, verifikasi perusahaan pers, dan penerapan parameter anti-clickbait.
Menetapkan batas negosiasi yang tetap melindungi independensi editorial, akses publik terhadap informasi, integritas algoritma, dan privasi audiens.
Kemenkeu: Ada Peluang Insentif untuk Media
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Kemenkeu, Timon Pieter, mengungkapkan adanya peluang bagi perusahaan media untuk memperoleh insentif pajak vokasi, penelitian dan pengembangan, serta insentif ekonomi digital tertentu. Selain itu, media juga berpeluang mendapatkan pengurangan tarif PPh badan.
“Jika industri media membutuhkan insentif khusus karena dampak transformasi digital, usulan bisa diajukan ke Direktorat Jenderal Strategi dan Kajian Fiskal,” ujar Timon.
Ia juga mengingatkan bahwa media pernah mendapat insentif PPh untuk kertas dan tenaga kerja pada masa pandemi Covid-19.
Bappenas: Media Berkualitas Masuk RPJPN 2025–2045
Perencana Ahli Muda Kementerian PPN/Bappenas, Yunes Herawati, menyampaikan bahwa media dan pers berkualitas telah menjadi bagian dari RPJPN 2025–2045 demi terciptanya komunikasi publik yang adil, merata, dan akuntabel.
Dari serangkaian diskusi pemangku kepentingan, Bappenas merumuskan intervensi kebijakan penguatan media BEJO’S: Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri.
Kemenkum HAM: Hak Cipta Berita sebagai Infrastruktur Ekonomi
Kepala Pusat Strategis Kebijakan Peraturan Perundang-Undangan, Junarlis, mencontohkan keberhasilan Denmark melalui konsolidasi 95 persen perusahaan media dan jurnalis dalam satu Lembaga Manajemen Kolektif (DPCMO). Konsolidasi tersebut menjaga keberlanjutan jurnalisme sebagai pilar demokrasi.
“Hak cipta berita bukan sekadar urusan hukum, tetapi infrastruktur ekonomi media masa depan,” tegasnya.
AJI Indonesia: Kesejahteraan Jurnalis Harus Jadi Prioritas
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menyoroti kondisi kesejahteraan jurnalis yang masih memprihatinkan, mulai dari gaji di bawah UMR hingga kontrak tidak layak dan ketiadaan jaminan sosial.
Ia mengusulkan agar media wajib memenuhi standar kesejahteraan—upah layak, kontrak jelas, jaminan kesehatan, dan SOP keselamatan jurnalis—sebagai syarat menerima dana dari platform atau donor.
AJI juga menekankan pentingnya:
Alokasi khusus untuk jurnalis, bukan hanya untuk korporasi media.
Transparansi penggunaan dana redaksi.
Akses pendanaan bagi jurnalis lepas.
Penguatan serikat jurnalis sebagai mitra strategis.
“Jurnalis yang sejahtera dan independen akan melahirkan jurnalisme yang berkualitas,” pungkas Nany.
Catatan
Pernyataan narasumber bersumber dari Seminar Nasional “Upaya Berkelanjutan untuk Keberlanjutan Media” yang digelar Kamis (4/12/2025) di Antara Heritage Center. Rekaman seminar dapat disaksikan melalui tautan YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=jAN2iRDQH5o
Narahubung:
Wakil Ketua Pelaksana MSF 2025 – Sasmito (085692870474)
Laporan: Redaksi

















