JAKARTA – Baru-baru ini pemerintah telah menerbitkan kembali persetujuan ekspor bijih mineral atau ore nikel pada sembilan perusahaan. Setelah sebelumnya, sempat melarang ekspor sejak 29 November 2019 untuk sementara waktu yang tidak ditentukan.
Hal tersebut berdasarkan surat resmi Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan Nomor Surat: 1076/BC/2019,. Kesembilan perusahaan tersebut dinilai telah memehuhi tiga kewajiban untuk melakukan ekspor bijih nikel.
Adapun kesembilan perusahaan tersebut yakni PT Macika Mada Madana, PT Aneka Tambang Tbk, PT Rohul Energi Indonesia, PT Sinar Jaya Sultra Utama, PT Wana Tiara Persada, PT Trimegah Bangun Persada, PT Gane Permai Sentosa, PT Tekindo Energi, PT Gebe Sentra Nikel.
Dari sembilan perusahaan yang diberikan izin kuota ekspor nikel oleh pemerintah tersebut terdapat satu perusahaan pertambangan nikel beraktivtas di Pulau Kabaena, yakni PT. Rohul Energi Indonesia (REI) beroperasi di Desa Lengora Kecamatan Kabaena Tengah.
Hal tersebut memantik Koordinator Presidium Forum Mahasiswa Pemerhati Investasi Pertambangan (Forsemesta), Muhamad Ikram Pelesa, S.Si. Ia meminta agar Dirjen Minerba KESDM RI agar mengevaluasi dan mencabut Rekomendasi Penerbitan Izin Kuota Eksport Nikel perusahaan pertambangan yang beroperasi di pulau-pulau kecil.
Menurutnya Pulau Kabaena yang menjadi lokasi IUP PT REI masuk dalam kategori Pulau Kecil berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena hanya memiliki luasan 873 KM2. Sehingga apapun modusnya, tidak boleh ada aktivitas pertambangan di pulau itu.
“Kami meminta Dirjen Minerba untuk mencabut rekomendasi penerbitan izin kuota ekspor yang diperuntukan kepada perusahaan yang beroperasi di pulau-pulau kecil, termasuk PT. Rohul Energi Indonesia,” pinta Ikram dalam rilis yang diterima Redaksi SUARASULTRA.COM, Senin (18/11/2019).
Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI ini menuturkan mestinya Kementerian ESDM RI turut menjaga kelestarian Pulau-Pulau kecil dari aktivitas pertambangan. Bahkan menurut Ikram, jika perlu pihak kementerian merekomendasikan pencabutan IUP dalam pulau tersebut, bukan malah mendukung adanya aktivitas pertambangan dengan memberikan izin kuota ekspor.
Ia juga menyebutkan bahwa Pulau Kabaena telah dikelilingi oleh 28 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas keselurusan Izin Usaha Pertambangan di pulau tersebut yakni 69.082 Ha atau 690,82 KM2 dari luas wilayah 873 KM2, dalam artian 75 % pulau itu adalah lahan tambang, sisanya 183 KM2 untuk pemukiman. Sementara diketahui, pulau Kabaena dihuni oleh 31.210 jiwa.
“Mestinya ditolak, kalau perlu keluarkan rekom pencabutan IUP yang berada di pulau kecil. Bukan malah didukung, ini kan aneh. Bayangkan di pulau itu ada 28 IUP Tambang Nikel, mau dikemanakan 31.210 jiwa penghuni pulau itu?,”tanya Ikram.
Ikram Pelesa menegaskan, pihaknya akan segera melaporkan masalah tersebut kepada aparat penegak hukum dan kementerian dalam rangka untuk mengevaluasi rekomendasi izin eksport PT. REI dan proses penerbitan IUP Tambang Nikel pada Pulau Kabaena.
“Insha Allah dalam waktu dekat persoalan ini akan kami laporkan, mulai dari evaluasi rekomendasi izin eksport PT. REI maupun proses penerbitan Seluruh IUP Tambang Nikel pada Pulau Kabaena,” tegasnya.
Laporan: Redaksi