Kasus IUP Backdate PT. MUS: Kaswara Desak APH Usut Dugaan Pemalsuan dan Korupsi

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap tata kelola sumber daya alam, dugaan penyimpangan kembali mencuat dari Sulawesi Tenggara.

Koalisi Aktivis Mahasiswa Sulawesi Tenggara – Jakarta (Kaswara) menyoroti indikasi manipulasi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Mushar Utama Sultra (MUS), yang diduga kuat melibatkan praktik backdate alias pemunduran tanggal dokumen.

Menurut Irvan, presidium Kaswara, sejumlah kejanggalan administratif ditemukan dalam dokumen IUP PT. MUS yang memunculkan dugaan pelanggaran serius terhadap prosedur hukum yang berlaku.

“Data yang kami himpun menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa IUP tersebut diterbitkan dengan tanggal yang dimundurkan. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan mengarah pada dugaan pemalsuan dokumen dan potensi penyalahgunaan wewenang. Bahkan, ada indikasi keterlibatan kepala daerah dalam proses ini,” ujar Irvan dalam keterangannya.

Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap remeh, karena menyangkut integritas sistem perizinan di sektor pertambangan dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan serta kerugian negara.

Lebih lanjut, Irvan memaparkan bahwa dugaan pelanggaran dalam penerbitan IUP PT. MUS telah melanggar sejumlah regulasi penting, antara lain:

PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi ini mengatur bahwa IUP hanya sah diterbitkan setelah proses permohonan, evaluasi teknis, dan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dilakukan secara transparan dan berurutan.

UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 17, yang menyebut bahwa keputusan yang didasarkan pada data tidak sah merupakan bentuk maladministrasi berat.

KUHP Pasal 263 tentang Pemalsuan Dokumen Negara, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara jika terbukti adanya unsur pemalsuan.

UU Tipikor Pasal 3, yang mengatur sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dalam penerbitan izin dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda miliaran rupiah.

Baca Juga:  Tersandung Kasus Korupsi, Eks Wali Kota Kendari Ditetapkan Sebagai Tersangka

Irvan mendesak aparat penegak hukum, mulai dari Kementerian ESDM, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan mendalam.

“Ini bukan persoalan administratif semata. Bila praktik backdate dibiarkan, kita sedang menyaksikan kemunduran besar dalam penegakan hukum dan tata kelola sektor ekstraktif. Sudah cukup kasus serupa dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Kali ini, publik menuntut ketegasan dan transparansi,” pungkas Irvan.

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share