


SUARASULTRA.COM | BOMBANA – Ketegangan mencuat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), menyusul insiden penerobosan wilayah pertambangan.
Tim geologi dari PT Sultra Industri Park (SIP) tertangkap basah memasuki area konsesi milik PT Anugrah Alam Buana Indonesia (AABI) tanpa izin resmi, memicu kekhawatiran akan potensi pelanggaran regulasi pertambangan yang serius.
Tim PT SIP diduga berniat melakukan pengukuran titik koordinat dan pengambilan sampel untuk keperluan rencana pembangunan kawasan industri mereka.
Namun, aksi sepihak ini berhasil digagalkan sebelum sempat terlaksana. Pihak PT AABI dengan sigap mengusir tim tersebut dari lokasi.
Pelaksana Harian Kepala Teknik Tambang (Plh KTT) PT AABI, Merry, dengan tegas menyatakan bahwa tindakan PT SIP merupakan pelanggaran berat.
Menurutnya, bahkan rekomendasi dari pemerintah daerah sekalipun tidak membenarkan pihak luar untuk masuk ke area tambang milik perusahaan tanpa persetujuan resmi dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Mereka datang ke lokasi dan mengaku dari PT SIP, katanya ingin mengambil sampel dan mengukur titik koordinat untuk pembangunan,” ungkap Merry saat ditemui di kediamannya, Senin 26 Mei 2025.
“Tapi karena tidak ada pemberitahuan dan izin ke kami, saya langsung suruh mereka keluar sebelum mereka mulai kegiatan.”
Merry menjelaskan bahwa seluruh aktivitas teknis di area tambang, termasuk pengukuran dan pengambilan sampel, wajib memiliki persetujuan resmi dari perusahaan pemegang izin.
“Ini wilayah sah milik PT AABI. Tidak bisa seenaknya masuk dan melakukan aktivitas teknis, apalagi tanpa pemberitahuan dan tanpa dokumen izin dari kami,” tegasnya.
Merry juga menekankan bahwa rekomendasi dari pemerintah daerah tidak serta-merta menjadi lampu hijau untuk langsung bekerja di lapangan.
Merry menilai tindakan PT SIP mencerminkan kelalaian prosedural dan potensi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor pertambangan.
“Kami sangat terbuka terhadap koordinasi, tapi semua harus sesuai prosedur,” imbuhnya.
Kekhawatiran Merry beralasan. Jika praktik semacam ini dibiarkan, ia khawatir akan membuka celah bagi pihak lain untuk dengan mudah masuk ke wilayah pertambangan yang dimiliki secara sah, yang berpotensi menimbulkan bahaya dan konflik.
Oleh karena itu, ia meminta aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk serius menanggapi insiden ini.
“Kami berharap kejadian ini jadi perhatian bersama. Tidak boleh ada pembiaran terhadap praktik-praktik yang melanggar tata kelola pertambangan,” pungkasnya.**
Editor: Redaksi





