POV Bahas Simulasi Perang Dunia III: Kedaulatan Pangan, Energi, dan Hak Masyarakat Adat Jadi Isu Utama

  • Share

Make Image responsive

POV Bahas Simulasi Perang Dunia III: Kedaulatan Pangan, Energi, dan Hak Masyarakat Adat Jadi Isu Utama

SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional yang jatuh setiap 9 Agustus, Power of Voice (POV) Community berkolaborasi dengan International Youth Training Centre (IYTC) Thailand dan Indigenous Movement for Climate Justice Southeast Asia (IMCS) menggelar talkshow internasional bertajuk “World War III Simulation: Food, Land, and the Right to Life”.

Acara daring ini menjadi ruang dialog strategis yang menyoroti urgensi mempertahankan kedaulatan pangan, tanah, dan energi sebagai bagian tak terpisahkan dari hak hidup masyarakat adat, petani, nelayan, perempuan, serta kelompok minoritas yang selama ini menghadapi tekanan akibat konflik sumber daya dan dinamika politik global.

Talkshow dibuka oleh pendiri POV Community, Lucia Damanik, yang juga bertindak sebagai moderator. Ia menegaskan bahwa Hari Masyarakat Adat Internasional adalah momentum penting untuk memperkuat suara masyarakat adat di tengah krisis iklim, konflik geopolitik, dan ancaman ekstraktivisme yang kian meluas.

“Ini saatnya merefleksikan sekaligus memperkuat perjuangan hak-hak masyarakat adat yang terus digerogoti oleh kepentingan korporasi dan negara,” ujar Lucia.

Keynote speaker Dr. Teguh Santosa mengungkapkan bahwa “Perang Dunia Ketiga” yang dimaksud dalam diskusi bukan lagi sebatas perang senjata atau ideologi, melainkan perebutan pangan, tanah, dan sumber daya alam. Ia menelusuri akar persoalan dari warisan kolonialisme yang memecah komunitas asli melalui batas-batas buatan, sehingga konflik hari ini adalah kelanjutan dari ketidakadilan struktural masa lalu.

Dr. Teguh menekankan perlunya diversifikasi pangan dan energi sebagai strategi kedaulatan nasional dan komunitas di tengah ketidakpastian geopolitik.

Suara dari Berbagai Penjuru Dunia

Giulia, perwakilan PAX Christi Internasional (Belgia), menyoroti bahaya militerisasi yang mempersempit akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Ia mendorong solidaritas lintas benua dan integrasi nilai perdamaian untuk menghadapi eskalasi konflik sumber daya global.

Baca Juga:  Perdana Sidang Tatap Muka, Tujuh Tahanan Rutan Unaaha Sidang di Pengadilan Negeri

Beverly Longid, aktivis dari Indigenous Peoples Movement for Self-Determination and Liberation (IPMSDL) Filipina, menegaskan bahwa perjuangan masyarakat adat bukan sekadar mempertahankan tanah, tetapi juga menjaga identitas, kearifan lokal, dan hubungan harmonis dengan alam.

Rachelle Junsay dari Youth Advocates for Climate Action Philippines (YACAP) berbagi pengalaman mobilisasi kaum muda untuk mengadvokasi keadilan iklim dan kedaulatan pangan di wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim ekstrem dan konflik agraria.

Para panelis sepakat bahwa konflik sumber daya bukan hanya berdampak pada perampasan tanah dan hilangnya akses pangan, tetapi juga merupakan serangan sistemik terhadap budaya, bahasa, dan bahkan kedaulatan digital masyarakat adat di era kecerdasan buatan.

Solidaritas Lintas Generasi

Titi Ghale, Manager IYTC, menutup acara dengan pesan penting: perjuangan masyarakat adat harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi digital tanpa kehilangan akar budaya dan nilai kearifan lokal.

POV Community menegaskan komitmennya menjadi platform penghubung komunitas terdampak, memfasilitasi kolaborasi strategis, dan mendorong gerakan yang pro-rakyat serta pro-planet.

Melalui simulasi “Perang Dunia Ketiga” ini, POV Community dan mitra mengajak generasi muda serta seluruh elemen masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam melawan ketidakadilan, memperkuat solidaritas lintas batas, dan membangun masa depan yang adil serta berkelanjutan.

Editor: Sukardi Muhtar

banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!