
Kades Mandiodo Didesak Jelaskan Pemotongan Dana Kompensasi 15 Persen, Warga Tagih Janji Tanggul Pemecah Ombak
SUARASULTRA.COM | KONUT – Warga Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, meluapkan kekecewaan terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) yang dinilai abai menangani abrasi pantai.
Mereka menagih janji pembangunan tanggul pemecah ombak yang disebut-sebut dibiayai dari pemotongan dana kompensasi (CSR) perusahaan tambang.
Kemarahan warga terekam dalam sebuah video berdurasi 4 menit 43 detik yang diterima media ini. Dalam video tersebut, seorang ibu rumah tangga bernama Siti Ulfa tampak berdiri di dapur rumah orang tuanya yang rusak parah akibat hantaman ombak.
“Dana kompensasi yang dipotong mulai dari 10 persen, bahkan naik jadi 15 persen, alasannya untuk tanggul pemecah ombak. Sampai sekarang, tidak ada wujudnya,” tegas Siti Ulfa, Selasa (12/8/2025).
Menurutnya, abrasi yang terus menggerus pesisir Mandiodo sudah memakan korban. Satu rumah warga hancur, sementara rumah lainnya nyaris roboh dengan fondasi menggantung akibat tergerus air laut.
Ia mengungkap, sudah berbulan-bulan warga tidak menerima dana kompensasi penuh dari perusahaan tambang yang beroperasi di Mandiodo. Pemerintah desa di bawah kepemimpinan Kepala Desa Alias Manan memotong sebagian dana tersebut dengan dalih penanganan abrasi. Namun, hingga kini tak ada tanda-tanda proyek tanggul dimulai.
“Kalau kepala desa tidak bisa menangani abrasi ini, masyarakat tidak akan tinggal diam. Di mana dana kompensasi yang dipotong itu? Kalau sudah seperti ini, siapa yang bertanggung jawab?” ujarnya.
Siti Ulfa mendesak Pemerintah Kabupaten Konawe Utara segera turun tangan dan memerintahkan pemerintah desa bergerak cepat sebelum kerusakan makin meluas.
Ironisnya, beberapa hari setelah keluhan itu, justru perusahaan tambang PT Cinta Jaya yang mengambil langkah pencegahan abrasi di Mandiodo. Padahal, tanggung jawab pembangunan tanggul pemecah gelombang berada di tangan Pemerintah Desa Mandiodo yang disebut telah memotong dana kompensasi warga untuk proyek tersebut.
Ketika dikonfirmasi, Kades Mandiodo, Alias Manan, justru menanggapi dengan menyerang balik Siti Ulfa. Ia menuding keluhan tersebut dilatarbelakangi “iri hati” dan “sakit hati” karena keluarga Ulfa tidak terakomodir dalam pemilihan kepala desa.
“Mungkin kalau mau kejelasan yang lebih detail, alangkah bagusnya turun langsung. Persoalan itu cuma iri hati dan sakit hati, karena waktu pemilihan kepala desa orang tuanya tidak terakomodir alias kalah,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Kamis (14/8/2025).
Namun, saat dimintai penjelasan detail soal nilai potongan 15 persen dana CSR tersebut, Alias memberi jawaban mengambang. Ia justru merujuk pada kasus lama dua tahun lalu yang disebutnya pernah ditangani Polda.
“Masalah itu kurang lebih dua tahun lalu, waktu itu sudah masuk sampai ke Polda. Saya juga punya bukti seperti berita acara, dokumen rapat, dan lainnya,” tulisnya.
Ketika media ini kembali mencoba meminta klarifikasi terkait pemotongan dana, pesan WhatsApp tidak lagi dibalas. Alias beralasan jaringan di tempatnya tidak bagus.
Laporan: Redaksi