

LBH HAMI Soroti Vonis Ringan Pelaku Pengeroyokan Guru Honorer: Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah
SUARASULTRA.COM | KENDARI – Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI) Sulawesi Tenggara menyoroti keras penanganan perkara penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Mansur, guru honorer SDN 2 Kendari, yang terjadi pada 9 Januari 2025.
Sorotan ini mencuat setelah dua terdakwa, Sumaryono Sasmita dan Andi Sadli Tenry Sampiang—yang merupakan ASN di Pemprov Sultra—divonis ringan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari.
Pada 11 Juli 2025, majelis hakim menjatuhkan hukuman empat bulan penjara kepada kedua terdakwa. Namun vonis tersebut tidak disertai perintah penahanan, sehingga para terdakwa tidak menjalani masa hukuman apa pun.
Putusan ini identik dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kendari yang sejak awal hanya menuntut hukuman empat bulan penjara. Lebih memiriskan lagi, sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga putusan berkekuatan hukum tetap, kedua terdakwa tidak pernah sekalipun ditahan oleh penyidik kepolisian maupun kejaksaan.
“Kami sangat menyayangkan vonis yang begitu ringan, itu pun percobaan. Padahal Pak Mansur dikeroyok hingga mengalami luka serius dan kepala robek,” tegas Andri, perwakilan LBH HAMI Sultra, Minggu (30/11/2025).
Menurut Andri, putusan tersebut dinilai jauh dari rasa keadilan. Ia menjelaskan bahwa tindak pidana pengeroyokan seharusnya diganjar hukuman lebih berat, mengingat Pasal 170 KUHP mengatur ancaman pidana maksimal lima tahun enam bulan.
“Minimal JPU menuntut setengah dari ancaman hukuman. Tapi yang terjadi justru tuntutan sangat ringan. Ini janggal,” ujarnya.
Selain itu, keputusan JPU untuk tidak mengajukan banding juga menjadi tanda tanya besar. Andri menilai langkah tersebut merupakan anomali dalam proses penegakan hukum.
“Jika putusan lebih ringan dari tuntutan, seharusnya JPU otomatis banding. Tapi dalam kasus ini tidak dilakukan sama sekali. Ini tanda tanya besar,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perbedaan perlakuan hukum pada dua perkara berbeda yang sama-sama melibatkan Mansur. Ketika Mansur menjadi korban pengeroyokan, penanganan hukumnya dinilai sangat lunak. Namun saat Mansur dituduh melakukan pencabulan anak, tuntutan jaksa justru mencapai enam tahun penjara, padahal dalam persidangan tidak ditemukan fakta yang memberatkan.
“Fenomena ini mempertontonkan bagaimana hukum kita tajam ke bawah, tumpul ke atas,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi

















