

P3D Konut Desak Pemerintah Cabut IUP dan Pidanakan PT KKU Atas Dugaan Pelanggaran di Kawasan Hutan
SUARASULTRA.COM | KONUT – Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Karyatama Konawe Utara (PT KKU) kembali mendapat sorotan tajam. Sejumlah lembaga di Kabupaten Konawe Utara (Konut) terus menyuarakan kritik dan mendesak Pemerintah Pusat agar menjatuhkan sanksi tegas, mulai dari pidana hingga pencabutan izin usaha pertambangan (IUP).
Ketua Umum Perhimpunan Pemerhati Pembangunan Daerah (P3D) Konut, Jefri, menilai PT KKU telah melakukan pelanggaran secara sadar dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada para kontraktor dan subkontraktor untuk beraktivitas di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Menurut Jefri, hasil investigasi lembaganya menemukan adanya indikasi keterlanjuran bukaan kawasan hutan oleh PT KKU seluas 152,77 hektare. Atas pelanggaran tersebut, perusahaan disebut telah dijatuhi denda administratif sebesar Rp1.448.273.674.653,95.
“Dengan dugaan pembayaran denda yang mencapai lebih dari Rp1,4 triliun, semestinya pimpinan PT KKU tidak hanya dikenai sanksi administratif, tetapi juga sanksi pidana. Bahkan, IUP PT KKU harus dicabut,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penindakan tegas penting untuk memastikan pesan Presiden Prabowo Subianto terkait penegakan hukum terhadap pelaku perusakan hutan benar-benar dijalankan.
Selain pelanggaran kehutanan, Jefri juga menyoroti dugaan keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di wilayah IUP PT KKU namun tidak dilaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI maupun Dinas Ketenagakerjaan Konawe Utara. Ia mengklaim memiliki data yang menunjukkan sejumlah TKA menduduki jabatan struktural di lokasi perusahaan.
“Kami ingin memastikan apakah ada laporan RPTKA dan laporan berkala penggunaan TKA sebagaimana diamanatkan Pasal 32 ayat (1) PP 34/2021, termasuk kewajiban alih teknologi dan pelatihan kepada tenaga kerja pendamping,” ujarnya.
“Jika tidak dilaporkan, itu bertentangan dengan Pasal 42 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dan sanksi pidananya jelas,” sambungnya.
Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Jeje itu mengaku menemukan aktivitas pertambangan yang masih berlangsung di site PT KKU. Ia menyebut terdapat empat unit tongkang berisi penuh ore nikel yang masih bersandar di pelabuhan perusahaan, meski perusahaan sedang berada dalam masa sanksi administratif dan area tambang telah dipasangi plang Satgas PKH Halilintar.
“Ini bentuk perlawanan terhadap negara, karena PT KKU masih berani melakukan pengapalan ore meski statusnya sedang disanksi,” ujarnya.
Atas temuan tersebut, P3D Konut mendesak Kementerian ESDM RI untuk melakukan penagihan denda tambahan atas bukaan tambang di kawasan hutan tanpa izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Jefri merujuk pada Kepmen ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 yang menetapkan besaran denda administratif sebesar Rp6.502.000.000 per hektare.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya menghubungi manajemen PT KKU untuk meminta klarifikasi atas berbagai tudingan yang disampaikan P3D Konut.
Laporan: Redaksi

















