PT Tiran Indonesia Masuk Daftar Tambang Nikel Berpotensi Didenda Triliunan Rupiah oleh Satgas PKH

  • Share
Ketgam: Daftar 50 perusahaan tambang yang berpotensi dikenai sanksi denda administratif oleh Satgas PKH, termasuk PT Tiran Indonesia.

Make Image responsive
Make Image responsive

PT Tiran Indonesia Masuk Daftar Tambang Nikel Berpotensi Didenda Triliunan Rupiah oleh Satgas PKH

SUARASULTRA.COM | KONUT – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menemukan sejumlah perusahaan tambang nikel yang diduga beroperasi di dalam kawasan hutan lindung di berbagai daerah.

Temuan tersebut merupakan hasil penertiban dan pendataan yang dilakukan Satgas PKH terhadap aktivitas pertambangan yang berpotensi melanggar ketentuan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Salah satu perusahaan yang masuk dalam daftar tersebut adalah PT Tiran Indonesia, yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Perusahaan tambang nikel itu tercatat sebagai salah satu entitas yang berpotensi dikenai sanksi berupa denda administratif akibat dugaan perambahan kawasan hutan.

Berdasarkan data yang diperoleh media AmanahSultra.id, PT Tiran Indonesia tercatat berpotensi dikenai denda administratif dengan nilai fantastis mencapai Rp1.099.610.098.216,52 (satu triliun sembilan puluh sembilan miliar enam ratus sepuluh juta sembilan puluh delapan ribu dua ratus enam belas rupiah).

Potensi sanksi tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan seluas 112,87 hektare.

Aktivitas tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 50 ayat (3) huruf a, yang secara tegas melarang setiap orang melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah.

Selain itu, dugaan pelanggaran tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) memiliki perizinan lengkap, termasuk persetujuan penggunaan kawasan hutan.

Pengenaan sanksi administratif ini juga merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga:  Andri Dermawan Ukir Sejarah di MK: Larangan Rangkap Jabatan untuk Ketua Organisasi Advokat Dikabulkan

Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh awak media pada Minggu (28/12/2025), manajemen PT Tiran Indonesia melalui Humas, H. La Pili, menyampaikan bahwa persoalan tersebut telah diselesaikan sejak tahun 2023.

“Sudah selesai ditindaklanjuti oleh Penyidik Kejati Sultra dan tim dari Dinas Kehutanan Provinsi. Di akhir tahun 2023 lalu juga telah dilakukan peninjauan langsung di lokasi PT Tiran Indonesia di Konawe Utara,” ujarnya.

Namun demikian, data yang saat ini beredar merupakan hasil temuan Satgas PKH tahun 2025, bukan data tahun 2023. Ketika kembali dimintai penjelasan terkait perbedaan waktu temuan tersebut, pihak humas PT Tiran Indonesia memilih memberikan jawaban singkat.

“Sudah selesai kalau Tiran. Ok, makasih,” jawabnya singkat sembari mengakhiri percakapan.

Sebagai informasi, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman, tercatat memiliki saham di perusahaan PT Tiran Indonesia.

Laporan: Redaksi

 

Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!