SUARASULTRA.COM | BUTON UTARA – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Utara (Butur) membuat tensi politik sedikit memanas. Serangan para pendukung pun sudah mulai nampak kepermukaan. Baik itu secara nyata maupun di dunia maya, media soaial (Sosmed).
Bahkan mulai bermunculan pengamat politik dadakan yang ikut menghakimi orang lain (lawan politik -red) melalui dunia maya.
Hal inilah yang membuat M. Trisna Jaya angkat bicara. Pemuda yang berhasil menjadi anggota dewan di usianya yang baru 26 tahun itu sangat menyangkan makin banyaknya pemuda di zaman sekarang yang tidak bisa mengukur dirinya sendiri sebelum melontarkan tudingan buruk kepada orang lain.
“Banyak anak muda saat ini terlalu cepat merasa hebat,” kata M. Trisna Jaya saat ditemui di kediamannya, Selasa 23 Mei 2020.
Menurut Trisna Jaya, pemuda sejatinya mengedukasi, bukan menjadi alat politik untuk menghujat lawan. Karena kata dia, itu dapat menurunkan citra pemuda itu sendiri.
.
“Pemuda harusnya tampil sebagai agen pembaharuan bukan justru menjadi agen provokasi,” ujarnya.
Mirisnya lagi masih kata Trisna, hal-hal buruk semacam ini justru mendapat banyak dukungan dari para politisi senior, hanya karena kesamaan dukungan di Pilkada. “Jangan begitulah,”ucapnya.
Ia menyebut bahwa saat ini kita terlalu vulgar mempertontonkan syahwat politik kita. Para politisi senior itu tugasnya memberikan pendidikan politik kepada mereka yang baru belajar cari panggung. Jangan malah dijerumuskan dengan pujian-pujian semu.
“Akhirnya mereka yang carper ini makin ngelunjak dan tanpa kontrol. Takutnya kelak mereka ini akan jadi bibit pemecah belah masyarakat,” terangnya.
Dikatatan, sebelum kita mengkritisi, kita harus tau dulu apa kontribusi kita buat daerah ini. Apakah kita sudah bisa memberikan lapangan pekerjaan. Itu baru anak muda yang hebat.
“Ironis sekali saya rasa, pengalaman kita baru berputar-putar di Kendari – Ereke – Ronta, tapi sudah seperti pemilik alam sejagad raya. Jangan dicontohlah yang seperti ini. Terlihat jelas cari panggungnya,” katanya.
“Anak muda itu berkaryanya di dunia nyata. Bukan di dunia Maya,” sambungnya.
Menurut legislator muda ini, masih banyak anak muda Buton Utara yang sudah berkeliling antar benua, adapula yang bukunya tembus di Gramedia, tapi mereka masih seperti padi. Makin berisi makin merunduk.
“Anak muda seperti ini yang patut diteladani, bukan yang kerjanya hanya menghakimi,” ujarnya.
Dengan segala kerendahan hati, pemilik 935 suara di wilayah Bonekawa ini mengimbau terutama kepada mereka yang saat ini tengah diberikan gelar istimewa oleh Tuhan sebagai seorang pemuda, mari kita bermedia sosial dengan bijak.
Kata dia, mengkritik boleh, tapi berdasarkan analisis data yang lengkap. Jangan hanya menggunakan parameter kata ‘konon’ dan sebagainya lalu kita menyerang orang lain secara brutal dan tidak etis hanya karena dendam politik.
“Jika menakhodai diri sendiri saja kita tidak mampu, bagaimana bisa kita akan menahkodai daerah ini dengan baik. Ingat kawan-kawan, pilkada tahun ini bukanlah pilkada terakhir yang akan kita jalani. Masih ada pilkada 5 tahun ke depan, 10 tahun ke depan, 15 tahun ke depan dan seterusnya,”jelasnya
“Mari meninggalkan jejak digital yang baik. Sebab komentar dan status kita hari ini, akan disimpan dan diingatkan kembali oleh facebook ataupun google di tahun-tahun yang akan datang. Tahun ini boleh jadi kita berbeda pilihan, tapi siapa yang akan menjamin jika di tahun-tahun yang akan datang kita akan berada dalam satu gerbong,”tambahnya.
Diakhir wawancara dengan media ini, Trisna mengungkapkan,
“Sebaik-baik pemuda Butur adalah dia yang bukan pandai merangkai kata di dunia maya, tapi dia yang karyanya telah banyak memberikan manfaat kepada orang lain di dunia yang nyata.”
Laporan: Anto Lakansai