



SUARASULTRA.COM | KONAWE – Pemerintah Daeah Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Kesehatan masih belum mampu menurunkan angka stunting (kondisi gagal pertumbuhan anak) yang sampai saat ini berjumlah 1.203 jiwa. Termaksud Balita gizi buruk 10 jiwa dan jumlah balita gizi kurang 468 jiwa.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehata Konawe drg. Mawar Taligana saat Launching Laika Mondidoha di Kelurahan Wawonggole Kecamatan Unaaha, Kamis (24/9/2020).
Menurut Kadis, salah satu indikator kinerja utama Dinas Kesehatan salah satunya adalah menurunkan angka stunting. Namun kata dia, tahun 2019 lalu, Dinas Kesehatan Konawe belum mampu menurunkan angka penderita malah terlihat mengalami peningkatan.
“Olehnya itu, saya membuat inovasi berupa LAIKA MENDIDOHA yang saya jadikan projek perubahan dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tk II di Lembaga Administrasi Negara Makassar 2020,” ungkap drg Mawar sapaan akrab Kadinkes, Kamis (24/9/2020).

“Laika Mendidoha ini pada tahun 2021, semua puskesmas se Kabupaten Konawe akan didirikan sesuai harapan pak Wakil Bupati saat launching tadi,” sambungnya.
Menurut drg. Mawar, Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Tidak hanya disebabkan gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita. Tetapi faktor lainnya. Seperti praktik pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya Iayanan kesehatan, kurangnya akses keluarga memberikan makanan bergizi, menu yang dikonsumsi, hingga buruknya akses sanitasi maupun air bersih.
Sehingga lanjut dia, Laika Mendidoha merupakan suatu inovasi untuk memadukan konsep pelayanan kesehatan di Kabupaten konawe dalam rangka mengatasi gizi buruk dan stunting.

Dijelaskannya, dalam mengatasi gizi buruk dan stunting pada balita, maka pencegahan dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan ibu dengan mengontrol kehamilan oleh bidan disertai dengan menganjurkan dan meberikan contoh menu untuk pemenuhan gizi ibu hamil.
Paska melahurkan, pemberian air susu ibu (ASI) Eksklusif selama 6 (enam) bulan dan dipantau oleh bidan dan tenaga gizi yang bekerja sama dengan kader kesehatan.
Pemberian makanan tambahan dengan berbahan dasar lokal kepada balita dua kali dalam seminggu. Terutama pada balita gizi buruk dan gizi kurang, dilakukan konsellng oleh tenaga ahli gizi, dan penimbangan balita.
“Dengan cara tersebut, kita harapkan akan memperbalkl gizi ballta,” ujarnya.
Lebih lanjut drg Mawar menjelaskan bahwa sebelumnya sudah pernah ada Rumah Pemulihan Gizi (RPG)) yang kogiatannya hanya menangani ballta gizi buruk dan gizi kurang. Sementara itu masih kata drg. Mawar LAIKA MENDIDOHA bukan hanya untuk anak-anak atau balita dengan gizi buruk tetapi juga dengan ibu hamil dan lbu menyusui.
“Dalam pemberian menu pemulihan gizi, kami libatkan stakeholder ahli penata gizi untuk menyusun menu untuk ibu hamil, lbu menyusui, balita gizi buruk dan gizi kurang,” pungkasnya.
Laporan: Sukardi Muhtar





