



SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Wartawan dalam menjalankan tugas Jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang. Hal itu tertuang dalam UU Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers.
Hal tersebut dijelaskan oleh beberapa narasumber dalam acara kegiatan Live Zoom Webinar dengan tema Pelatihan Jurnalistik Hukum yang diselenggarakan oleh Media CEO Grup pada Minggu (03/10/2021).
Hadir sebagai Pembicara atau Narasumber dalam kegiatan tersebut yaitu Advokat Parlindungan, SH., MH., CLA,
Advokat Rudy Marjono, S.H,
dan Advokat Gunawan Raka, SH., MH
Acara Media CEO Group Gelar Webinar Live Zoom #NgomonginMedia Season IV, diikuti oleh Ir. Dody M. Zuhdi (pimpinan utama media ceo group), Yusdiansyah (owner/pimpinan media koran), Ongky Prasetia Hulu, S.Kom (owner/pimpinan mata media online) dan Zainal Abidin (Ketua panitia #NgomonginMedia)
Diskusi secara online itu diisi dengan penyampaian materi oleh narasumber dan dilanjutkan sesi tanya jawab oleh peserta yang hadir secara virtual melalui zoom meeting.
Ketika berbicara terkait pemberitaan yang mengalami permasalahan hukum, di sini pentingnya UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, di mana untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi jurnalis di saat menjalankan tugasnya untuk menyebarkan suatu berita atau informasi yang memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik.
“Artinya pers dilindungi oleh hukum dalam menjalankan profesinya. Ketika wartawan dalam menuliskan pemberitaan lalu dimasukkan dalam jerat permasalahan hukum dan disidik melalui penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak berwenang (kepolisian) menurut saya kurang tepat, dan itu tidak dibenarkan dan diharamkan pihak kepolisian untuk menyelidik jurnalis akibat dari pemberitaannya,” kata Parlindungan,SH,MH yang juga seorang Dosen serta Pimpinan Redaksi media online Riau Bisnis.
Lebih lanjut Parlindungan mengatakan, Pers memiliki hak imunitas atau kebal hukum ketika menjalankan tugas dan profesinya sesuai amanah UU Pers dan berdasarkan kode etik jurnalis itu sendiri.
“Sepanjang pemberitaannya tidak ada caci maki, perbuatan penghinaan atau pidana dan tidak ada fitnah yang dimuatkan dalam kitab Undang – undang pidana dan tidak ada pemberitaan kebohongan,” tegas Parlindungan.
Ia menuturkan, hal itu pernah dialami dirinya secara langsung di saat ia memulai karirnya sebagai reporter Metro TV dan sempat menjadi wartawan Media Indonesia Biro Pekanbaru.
Parlindungan mencontohkan, dulu saat menjadi jurnalis akibat dirinya meliput berita tentang penganiayaan terhadap seseorang yang dilakukan oleh seorang tokoh, dan mempunyai rekaman video yang ditayangkan di TV Nasional menjadi top picture pukul 22.00 WIB.
“Karena mereka mengetahui saya yang meliput pemberitaan itu, tak lebih dari jam 10 malam saya diteror dengan ancaman pembunuhan, sampai ancaman rumah dibakar, jika hingga esok harinya tidak menyerahkan hasil kaset video untuk diserahkan pihak mereka, kenapa ini dilakukan?, dikhawatirkan dari kaset rekaman video handycam menjadi bukti,” ungkapnya.
Maka dari itu lanjut Parlindungan, pentingnya suatu pemberitaan sudah melalui proses yang terangkum dalam kode etik jurnalis dan sepanjang pemberitaan tidak bertentangan dengan UU Pers. Ketika sudah bertentangan dengan pasal 5 UU no. 40 tahun 1999, dan melalui pemberitaan orang merasa dirugikan maka mekanisme yang dapat ditempuh terlebih dahulu adalah dengan menggunakan hak jawab dan hak koreksi pemberitaan dan itupun upaya tersebut harusnya terlebih dahulu diselesaikan secara internal di Dewan Pers dan tidak langsung ke polisi.
Sedangkan narasumber kedua yakni Advokat Rudy Marjono, SH dalam menyampaikan materinya terkait permasalahan hukum jurnalis , dirinya lebih menyoroti persoalan pidana Pers.
Menurut Rudy Marjono di dalam pandangannya sejak 2 tahun terkakhir, serta melihat kondisi saat ini dunia pers seolah – olah kurang diberikan kebebasan meskipun ada UU Pers.
Dimana dalam UU Pers ketentuan pidana hanya ada di UU Pers Pasal 18 Ayat (1), yang dikhususkan pada orang yang menghambat dan menghalangi kerja wartawan dapat dipidana sedangkan selebihnya sifatnya hanya denda.
“Maka dari itu, paling tidak jurnalis memahami tentang istilah – istilah hukum, dan bagaimana cara menyajikan berita yang sekiranya tidak menimbulkan suatu persepsi hukum yang bisa mengandung unsur pidana. Misalkan berita yang bersifat kontroversi media langsung diadjustment bahwa ini pencemaran nama baik,”ujar Rudy Marjono.
Rudy mengatakan, akibat dari pemberitaan buruk media ditakuti – takuti tentang UU ITE.
“Saya harapkan rekan media dalam pemberitaan buruk ataupun baik , selama memang itu fakta temuan di lapangan tidak perlu merasa takut, dengan adanya penekanan dari unsur lain dan jangan ragu,” tegas Rudy Marjono.
Laporan: Aras Moita
Editor: Sukardi Muhtar





