


SUARASULTRA.COM | KONAWE – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe, Dr. Musafir Menca, SH.,S.Pd,.MH, angkat bicara terkait tudingan miring yang dialamatkan kepada pihaknya terkait proyek Revitalisasi Lanjutan III dan Kawasan Food Court Kabupaten Konawe.
Ia menegaskan bahwa pendampingan yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) didasarkan pada permintaan resmi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Konawe.
“Pendampingan ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lainnya dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara,” jelas Musafir dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi media ini, Kamis 6 Maret 2025.
Musafir menjelaskan bahwa JPN dalam pendampingan ini bertindak sebagai pemberi konsultasi hukum (Legal Assistance) dalam ruang lingkup Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, bukan dalam ranah pidana.
Pendampingan ini bertujuan untuk memitigasi risiko hukum, menjaga tata kelola, serta menyelamatkan keuangan atau kekayaan negara.
Lebih lanjut, Kajari Konawe menekankan bahwa JPN dalam pendampingan ini memiliki batasan-batasan yang jelas, antara lain:
* Memberikan konsultasi hukum yang tidak mengikat.
* Tidak mencampuri kewenangan lembaga atau pejabat yang mengambil keputusan.
* Tidak melakukan tindakan yang berpotensi memberikan legitimasi terhadap kegiatan yang didampingi.
* Tidak berwenang memutuskan suatu tindakan.
* Tidak masuk dalam organisasi pekerjaan.
* Tidak melakukan analisis non-yuridis seperti kajian bisnis, nilai keekonomian, studi kelayakan, atau analisis teknis lainnya.
* Dapat berkoordinasi meminta pendapat ahli atau lembaga yang menguasai aspek teknis, atas persetujuan dan biaya pemohon.
“Semua pedoman pelaksanaan tugas JPN dalam pendampingan telah kami laksanakan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegas Musafir.
Terkait tudingan kelompok masyarakat yang menilai JPN gagal dalam pendampingan karena anggaran proyek sebesar Rp 4.997.478.000,- dianggap tidak realistis dengan hasil pekerjaan, Musafir mempertanyakan dasar penilaian tersebut.
“Apa tolok ukurnya JPN dinilai gagal? JPN tidak memiliki kewenangan untuk melakukan analisis non-yuridis seperti kajian bisnis dan ekonomi. Itu bukan ranah kami,” ujarnya.
Musafir menjelaskan bahwa sebelum pendampingan, Inspektorat telah melakukan review terhadap besaran anggaran dan menyimpulkan tidak ada perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan.
“Jika sudah ada review dari instansi yang berwenang, apa alasan JPN untuk menolak pendampingan?” tanya Musafir.
Musafir juga menantang kelompok masyarakat yang menuding JPN “lepas tangan” dan “kongkalikong” untuk menunjukkan bukti konkret.
“Jangan hanya berteriak tanpa dasar. Tunjukkan secara jelas di mana letak kongkalikong JPN,” tantangnya.
Ia menegaskan bahwa hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat yang berwenang menyatakan adanya dugaan kerugian negara.
Mengingat proyek tersebut masih dalam tahap pemeliharaan dan belum diaudit, ia meminta semua pihak untuk tidak membuat tuduhan tanpa dasar.
“Kami tegaskan, Kejaksaan Negeri Konawe tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. Jika ditemukan tindak pidana korupsi, pasti akan kami tindak, meskipun itu proyek yang kami dampingi,” tegasnya.
Musafir menambahkan bahwa Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Konawe saat ini sedang melakukan penyelidikan terkait proyek tersebut.
“Jadi, tidak benar jika ada anggapan Kejari Konawe ‘bermain’ dalam proyek ini,” pungkasnya.
Laporan: Sukardi Muhtar













