


SUARASULTRA.COM | KONSEL – Perambahan kawasan hutan masih menjadi masalah serius, dengan sejumlah oknum yang terus melakukan aktivitas penambangan ilegal demi meraih keuntungan pribadi, tanpa memperhatikan dampak lingkungan.
Hal ini terungkap dalam operasi yang dilakukan oleh tim gabungan Balai Pengawasan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Brimob Polda Sultra, pada Rabu (12/3/2025).
Operasi penegakan hukum ini difokuskan pada aktivitas penambangan batu ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) yang terletak dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT KKU dan CV WM di Kabupaten Konawe Selatan.
Dari hasil operasi tersebut, tim gabungan berhasil mengamankan 14 unit alat berat yang digunakan dalam kegiatan penambangan ilegal. Selain itu, tim juga memasang plang larangan di lokasi tambang untuk mencegah berlanjutnya aktivitas ilegal tersebut.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, menjelaskan bahwa operasi ini berawal dari laporan masyarakat yang mengeluhkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan ilegal. Kerusakan tersebut berpotensi menyebabkan bencana tanah longsor dan banjir bandang.
“Operasi ini dilakukan sebagai respon terhadap laporan masyarakat yang prihatin dengan dampak lingkungan. Proses hukum terhadap para pelaku terus berjalan, dengan pengumpulan barang bukti, dokumentasi nomor rangka alat berat, dan pemanggilan pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ilegal ini,” ujar Aswin dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (13/3/2025).
Dampak negatif dari aktivitas penambangan ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menyebabkan kerugian negara yang signifikan, baik dalam bentuk kerusakan alam maupun hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara.
“Aspek legalitas juga dilanggar, di mana aktivitas penambangan ini dilakukan tanpa dilengkapi dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang sah, karena belum memiliki dokumen Penetapan Areal Kerja (PAK),” jelas Aswin.
Lebih mengkhawatirkan lagi, lokasi tambang ilegal tersebut terletak di Kawasan Hutan Lindung dengan topografi perbukitan curam, sehingga sangat rawan terhadap bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang yang dapat membahayakan masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
“Selama proses penyitaan alat berat, tim kami menghadapi perlawanan dari sekitar 100 pekerja tambang ilegal dan sopir dump truck. Mereka melakukan penghadangan, memblokade jalan keluar, mengancam petugas, serta melempari kendaraan operasional kami,” ungkap Aswin.
Meskipun demikian, tim penegak hukum akan terus mengejar para pihak yang terlibat, termasuk pengawas lapangan dan penanggung jawab kegiatan tambang ilegal ini, yang identitasnya sudah diketahui dan akan segera dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Aktivitas penambangan ilegal ini diancam dengan sanksi sesuai Pasal 89 ayat (1) huruf a jo. Pasal 17 ayat (1) huruf b UU Nomor 18 Tahun 2013, yang diubah melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Para pelaku terancam pidana penjara 3 hingga 15 tahun, serta denda maksimal Rp10 miliar.
Laporan: Redaksi













