Skandal Tambang Kolut: Direktur PT KMR Diduga Terlibat Jaringan Korupsi Rp100 Miliar Lebih

  • Share
Aspidsus Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, SH, MH (kiri) saat memberikan keterangan Pers (kiri). Foto: Istimewa

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Kasus dugaan korupsi sektor pertambangan di Kolaka Utara (Kolut) yang telah menyebabkan kerugian negara fantastis, diperkirakan mencapai lebih dari Rp100 miliar, kini memasuki babak baru yang mengejutkan.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) baru-baru ini mencium keterlibatan penting dari seorang petinggi perusahaan tambang lainnya.

Sumber terpercaya mengindikasikan bahwa Direktur PT Kurnia Mining Resource (KMR) dengan inisial H diduga kuat terseret dalam pusaran skandal yang menggemparkan Bumi Anoa ini.

Jejak keterlibatannya terendus melalui penelusuran mendalam terhadap perjanjian penggunaan Terminal Khusus (Tersus) milik PT KMR.

Diduga keras, H merupakan sosok kunci yang menandatangani kesepakatan dengan Direktur PT Antam Mineral (AM) berinisial MLY.

Perjanjian inilah yang disinyalir menjadi pintu masuk bagi praktik penambangan ilegal yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, memaparkan rangkaian peristiwa yang mengarah pada dugaan keterlibatan H. Bermula sekitar Juni 2023, tersangka ES dari PT Bumi Persada Bumi (BPB) disebut melakukan pertemuan dengan H.

Agenda pertemuan tersebut tak lain adalah membahas kerjasama pemanfaatan Tersus PT KMR.

Nahasnya, kerjasama ini diduga kuat bertujuan untuk melancarkan pengangkutan ore nikel ilegal yang berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan lain, yaitu PT Putra Mekongga (PCM).

Modus operandi yang digunakan terbilang licik, yakni dengan menyelundupkan ore ilegal tersebut menggunakan dokumen kepemilikan PT AM, sehingga seolah-olah hasil tambang tersebut legal dan berasal dari wilayah IUP PT AM.

Puncak dari konspirasi ini terjadi pada 17 Juni 2023, ketika H dan MLY secara resmi menandatangani perjanjian penggunaan Tersus PT KMR. Langkah ini kian memuluskan jalan bagi praktik haram tersebut untuk terus berjalan.

Baca Juga:  Pemda Konut Gelar Musrembang RKPD Tahun 2019

Tak berhenti sampai di situ, pada 3 Juli 2023, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Kolaka berinisial SPI, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka, mencoba melegitimasi praktik ilegal ini.

Para tersangka yang digelandang ke Kejati Sultra yakni pimpinan perusahaan MM (Direktur Utama PT AM), MLY (Direktur PT AM), ES (Direktur PT BPB), serta SPI (Kepala Kantor UPP Kelas III Kolaka). Foto: Istimewa

Ia bahkan mengusulkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut agar PT AM diakui sebagai salah satu pengguna resmi Tersus PT KMR.

Meskipun usulan tersebut ditolak mentah-mentah, SPI diduga kuat telah menerima sejumlah uang pelicin sebagai imbalan atas penerbitan surat persetujuan berlayar bagi sejumlah tongkang yang mengangkut ore nikel ilegal tersebut.

Sebelumnya, Kejati Sultra telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari tiga pucuk pimpinan perusahaan, yakni MM (Direktur Utama PT AM), MLY (Direktur PT AM), ES (Direktur PT BPB), serta seorang pejabat pelabuhan, SPI (Kepala Kantor UPP Kelas III Kolaka).

Terungkapnya dugaan keterlibatan Direktur PT KMR ini semakin memperdalam luka kerugian negara yang diperkirakan telah menembus angka Rp100 miliar akibat penjualan ore nikel ilegal.

Tim penyidik Kejati Sultra menegaskan komitmennya untuk terus mengembangkan kasus ini hingga tuntas, membongkar seluruh jaringan yang terlibat dalam praktik korupsi pertambangan yang merugikan bangsa dan negara ini.

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share