


SUARASULTRA.COM | KONSEL – Tim Gabungan Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sulawesi bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT SULTRA) bergerak cepat menindaklanjuti laporan dugaan perusakan Hutan Lindung (HL) di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan.
Laporan ini sebelumnya dilayangkan LPMT SULTRA ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) pada 30 Januari 2025, menyoroti aktivitas mencurigakan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN).
Investigasi awal mengungkap dugaan kuat bahwa PT. WIN menggunakan alat berat untuk melakukan penggalian ore nikel di luar batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Aktivitas terlarang ini disinyalir terjadi di area yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) dan bahkan merambah Kawasan Hutan Lindung (HL).
Modus operandi perusahaan diduga melibatkan pembangunan pematang besar untuk mengantisipasi luapan air laut ke area galian, yang semakin menguatkan indikasi adanya aktivitas penambangan ore nikel ilegal.
Menurut catatan investigasi, praktik penambangan ilegal ini diperkirakan berlangsung sejak Maret hingga Mei 2023. Volume ore nikel yang diduga diambil dari APL dan HL pada Maret mencapai 7.140 metrik ton, dan melonjak drastis menjadi 21.947 metrik ton pada April.
Kegiatan ini baru terhenti pada Mei 2023 setelah seorang Kepala Divisi PT. WIN menegur dan menghentikan aktivitas tim penambang (WIN 3) yang dikepalai oleh inisial “R”, yang diduga kuat bertanggung jawab atas penambangan di luar IUP dan kawasan lindung.
Sebelumnya, pada Agustus 2023, LPMT SULTRA telah melaporkan dugaan perusakan hutan lindung ini ke Polres Konawe Selatan dan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XXIV Gularaya dengan menyertakan delapan titik koordinat.
Namun, laporan tersebut dinyatakan tidak terbukti dan dihentikan penyidikannya (SP3). PT. WIN kemudian menganggap permasalahan tersebut telah selesai.
Akan tetapi, pada tahun 2025, LPMT SULTRA kembali menemukan bukti baru berdasarkan investigasi lapangan.
Mereka melaporkan tiga titik koordinat baru ke KLHK RI pada 30 Januari 2025. Hasil klarifikasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XXII Sulawesi Tenggara melalui surat resmi tertanggal 10 Januari 2025, mengkonfirmasi bahwa dua dari tiga titik koordinat tersebut berada di dalam Kawasan Hutan Lindung, sementara satu titik lainnya berada di Areal Penggunaan Lain (APL).
Menindaklanjuti laporan terbaru ini, pada 8 Mei 2025, Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi bersama LPMT SULTRA langsung turun ke lokasi untuk memverifikasi dua titik koordinat yang berada di dalam Kawasan Hutan Lindung.
Dalam investigasi tersebut, turut hadir perwakilan WALHI SULTRA serta masyarakat lingkar tambang yang merasakan dampak negatif dari aktivitas pertambangan PT. WIN.
Nurlan, Ketua LPMT SULTRA, mengungkapkan kekecewaannya kepada awak media.
“Kami sudah sering melaporkan PT. WIN ke KLHK RI, dan ini bukan kali pertama Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi turun melakukan investigasi. Anehnya, hingga kini belum ada tindakan tegas terhadap PT. WIN. Apakah PT. WIN kebal hukum? Mengapa aparat penegak hukum seolah menutup mata terhadap pelanggaran yang mereka lakukan?” tanyanya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Nurlan menyampaikan harapannya, “Kami berharap investigasi kali ini, dengan bukti-bukti dan titik koordinat yang jelas, menjadi yang terakhir kalinya Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi turun ke lokasi. Sudah terlalu sering mereka datang, namun belum ada tindakan nyata. Semoga investigasi ini bukan sekadar formalitas atau menggugurkan kewajiban,”pungkasnya.
Editor: Sukardi Muhtar





