


SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Di bawah guyuran hujan yang tak menyurutkan semangat, Aliansi Gerakan Mahasiswa Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra) Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Selasa siang (7/5/2025).
Dengan suara lantang, mereka mendesak lembaga antirasuah untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan praktik korupsi yang disinyalir kuat menjadi penyebab mangkraknya proyek pembangunan Pelabuhan Nipa-nipa di Desa Tumburano, Kecamatan Wawonii Utara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Proyek ambisius yang telah menelan anggaran negara sebesar Rp 3,4 miliar sejak digagas pada tahun 2017 ini ironisnya tak kunjung memberikan manfaat bagi masyarakat. Lebih memprihatinkan, sebagian besar konstruksi pelabuhan dilaporkan mengalami kerusakan parah, bahkan sebelum sempat digunakan oleh satu pun kapal.
Fakta ini memicu kecurigaan mendalam akan adanya praktik korupsi yang melibatkan kontraktor dan oknum pejabat daerah yang tidak bertanggung jawab.
Koordinator Aksi, Abdi Aditya, dengan nada penuh kekecewaan menyatakan bahwa kerusakan pelabuhan yang terjadi sebelum masa pakainya adalah bukti nyata buruknya tata kelola pembangunan di daerah.
“Ini bukan sekadar proyek mangkrak biasa, melainkan sebuah monumen kegagalan dan indikasi kuat perampokan uang rakyat secara sistematis! Kami menuntut KPK untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil tindakan tegas. Jangan biarkan Pelabuhan Tumburano menjadi saksi bisu atas kebobrokan dan impunitas para pelaku korupsi,” seru Abdi di tengah-tengah aksi.
Senada dengan Abdi, koordinator aksi lainnya, M. Alfiansyah Samaga, menegaskan bahwa aksi mereka didasari oleh data dan fakta yang valid terkait kejanggalan administratif dalam proyek mangkrak tersebut.
“Kami menduga kuat adanya manipulasi dokumen kontraktor, sertifikat pengawas proyek yang telah kedaluwarsa, hingga kerusakan fatal pada struktur pelabuhan.
Jika praktik-praktik kotor ini terus dibiarkan, maka upaya pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur hanya akan menjadi retorika kosong belaka,” tandas Alfiansyah dengan nada penuh keyakinan.
Para mahasiswa juga menyoroti lemahnya pengawasan dan mekanisme investigasi internal di tingkat daerah, serta minimnya sanksi tegas yang diterapkan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Mereka menilai bahwa penegakan hukum selama ini terkesan tebang pilih, hanya menyasar pelaku kecil sementara para “pemain besar” seolah kebal terhadap jerat hukum.
Untuk memperkuat tuntutan mereka, massa aksi mengutip data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan bahwa sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) masih menjadi ladang subur bagi praktik korupsi.
ICW mencatat bahwa pada tahun 2022, sebanyak 43% kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum terkait erat dengan PBJ, dan ironisnya, 58% di antaranya terjadi dalam proyek-proyek infrastruktur.
Adapun tuntutan konkret yang disuarakan oleh aliansi mahasiswa ini adalah:
* KPK segera membentuk tim penyelidikan khusus untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proyek Pelabuhan Tumburano.
* KPK memeriksa secara menyeluruh PT Roda Indah Perkasa selaku pihak kontraktor dan seluruh pejabat pemerintah daerah yang terlibat dalam proyek tersebut.
* KPK menjamin transparansi dan publikasi terbuka atas hasil audit serta laporan investigasi yang telah dilakukan.
* KPK menegakkan sanksi administratif dan pidana yang tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan kelalaian maupun terlibat dalam praktik korupsi.
* KPK meningkatkan pengawasan yang ketat terhadap seluruh proses PBJ, terutama di wilayah-wilayah 3TP (Tertinggal, Terdepan, dan Terpencil) yang sangat rentan terhadap praktik korupsi.
Meskipun hujan deras mengguyur Jakarta, semangat Aliansi Gerakan Mahasiswa Peduli Hukum Sultra Jakarta tidak padam.
Melalui aksi heroik ini, mereka menyampaikan pesan kuat kepada KPK untuk tidak lagi mengabaikan penderitaan rakyat di daerah-daerah terpencil yang sering menjadi korban dari praktik korupsi para elite.
Mereka menuntut keadilan dan pertanggungjawaban atas proyek mangkrak yang telah merugikan uang negara dan menghancurkan harapan masyarakat Konawe Kepulauan.
Editor: Redaksi





