Polemik Penempatan PPPK dan Dugaan Pungli di Pemprov Sultra: Sorotan Mengarah ke Dua OPD

  • Share
Gedung Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto: Istimewa

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

Polemik Penempatan PPPK dan Dugaan Pungli di Pemprov Sultra: Sorotan Mengarah ke Dua OPD

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Polemik pengangkatan dan penempatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara kembali mencuat ke permukaan.

Kali ini, sorotan publik mengarah ke Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga serta Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, setelah muncul dugaan penyimpangan dalam penempatan pegawai serta praktik pungutan liar (pungli) dalam pengurusan proyek.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah seorang pegawai perempuan berinisial P, yang resmi diangkat sebagai PPPK per 1 Maret 2025. Berdasarkan hasil seleksi, P ditempatkan di Dinas Bina Marga. Namun, hingga kini ia justru aktif bekerja di Dinas Perumahan, bukan di unit formasi yang ditetapkan.

Padahal, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sultra telah menetapkan bahwa seluruh PPPK wajib melaksanakan tugas pada unit formasi masing-masing terhitung sejak 17 Juni 2025.

“Kalau dia lulus di Dinas Bina Marga, ya di situ dia harus bekerja. Itu sudah diatur dalam kontrak,” tegas Kepala BKD Sultra, Prof. Andi Khaeruni, beberapa waktu lalu.

Ketika dikonfirmasi, P membenarkan bahwa dirinya belum bekerja di unit formasi aslinya. Ia beralasan sedang menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia juga mengklaim bahwa ruang kerja di Dinas Bina Marga telah penuh dan belum ada pejabat yang bersedia menampungnya.

Namun, kontroversi tidak berhenti sampai di situ. Nama P turut dikaitkan dengan dugaan praktik pungli terhadap sejumlah kontraktor proyek di Dinas Perumahan. Seorang kontraktor yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan bahwa setiap berkas pengajuan proyek dikenakan pungutan sebesar Rp1,5 juta. P disebut sebagai penghubung utama dalam proses administrasi proyek tersebut.

Baca Juga:  Bola Panas Dugaan Pelanggaran PT. SNR di Meja Sekda Sultra: Sanksi Menanti?

“Semua berkas proyek harus lewat dia. Kalau tidak, pencairan bisa terhambat,” ungkap sumber tersebut.

Tak hanya menjadi perantara, P juga diduga memiliki akses khusus dalam proses pencairan dana proyek, menjadikannya figur sentral dalam sistem birokrasi yang seharusnya dijalankan secara kolektif dan transparan.

Menanggapi tudingan tersebut, P membantah keras. “Saya tidak pernah meminta uang. Kalau saya begitu, sudah lama saya kaya,” ujarnya. Ia mengklaim hanya membantu memastikan kelengkapan administrasi sesuai dengan prosedur.

Di sisi lain, perhatian publik juga tertuju pada Kepala Bidang Rumah Swadaya, Andra Wisal Jaya, S.STP. Ia diketahui menduduki jabatan struktural meskipun tidak lulus Diklatpim IV pada tahun 2022, padahal diklat tersebut merupakan syarat utama untuk jabatan eselon.

Menurut data dari BPSDM Sultra, Andra dilantik sebagai Kabid Rumah Umum pada 25 Agustus 2023, pada masa pemerintahan Gubernur Ali Mazi, sebelum bergeser ke jabatan saat ini. Ia juga tercatat telah menyandang pangkat Pembina (IV/a) sejak Januari 2024.

Menanggapi hal itu, Prof. Andi Khaeruni menegaskan bahwa pengangkatan pejabat eselon tanpa memenuhi syarat diklat merupakan pelanggaran administrasi.

“Kalau tidak lulus diklat, maka tidak boleh dilantik sebagai pejabat eselon. Tapi itu terjadi di masa Gubernur sebelumnya,” katanya.

BKD menyebutkan, saat ini tim asistensi Gubernur tengah menyusun skema penyegaran birokrasi di lingkungan OPD untuk menata ulang sistem kepegawaian yang dianggap masih sarat persoalan.***

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share